IPW Desak Bareskrim Polri Tolak RJ Kasus Dugaan Pidana Tambang Batubara

Ali
Ketua IPW, Sugeng Teguh Santosa. Foto/Istimewa

 

Jatuh ke dalam Pelukan Terduga Pelalu Pidana
                    
Pada tanggal 04-09-2018, usai merugikan negara dan swasta sebesar   Rp. 3,166 Triliun HBK, diduga sengaja mempailitkan PT. BEP, “bermufakat jahat” dengan ER, sindikat mafia kepailitan, asal Surabaya yang dikenal pula sebagai seorang Markus di Kepolisian era Sambo menjadi Kadiv Propam Polri.

Tak butuh waktu lama pada tanggal 14-12-2018, PT. BEP pun dinyatakan pailit, berdasarkan Putusan No: 28/Pdt.Sus-PKPU/2018/PN.Niaga.Sby, menunjuk  Dwi Winarko, SH,  Hakim Niaga pada PN Surabaya sebagai Hakim Pengawas, dan mengangkat Yuda Yustisia, SH dan Suhasto, SH sebagai  Kurator dan Pengurus.

Debut kejahatan pertama usai PT. BEP jatuh ke dalam pelukan Terlapor perkara pidana, ER melakukan penggalian dan penjualan batubara secara illegal yang terkonfirmasi berdasarkan bukti dokumen hasil Gelar Perkara LP No: LP/235/X/2021/Polda Kaltim/SPKTIII di Biro Wassidik Bareskrim Polri tanggal 26-04-2022. Tim Penyelidik Dirkrimsus Polda Kaltim melaporkan, sebelum RKAB   PT. BEP (dalam pailit) 

Tahun 2019 disetujui oleh Dinas ESDM Prov. Kaltim, diketahui telah terjadi penggalian dan penjualan batubara secara illegal  sebanyak 510,825 MT dan 335.828  MT. Keuntungan yang tidak sah dari kegiatan pidana illegal mining oleh PT. BEP yang diduga dilakukan ER, sebesar  Rp. 1,8 Triliun.

Pembayaran pembelian batubara illegal dari buyer antara lain HR Pte Ltd, PT. JMO, oleh ER, dilakukan dengan cara ditransfer  ke  PT. BEP (dalam pailit) dengan no rek 04137128700 di Bank Permata Syariah Jakarta dan   PT. PP No rek: 1480099228887 di  Bank Mandiri TBK milik P, tanpa pernah dilaporkan oleh Kurator kepada Hakim Pengawas.

Sementara itu PT. SGE Tbk bertindak selaku pendana kegiatan illegal mining PT. BEP, uangnya bersumber dari kredit PT. BNI Tbk.

Kejahatan berikutnya, berdasarkan hasil audit dari Irjen Kementerian ESDM RI diketahui dalam kurun waktu 3 (tiga) tahun sejak 2020, sejak dikelola ER, PT. BEP telah melakukan dugaan penggelapan barang milik negara berupa batubara DMO sebanyak 1.002.000 MT. Menimbulkan kerugian negara sekitar  Rp. 3 Triliun, yang merupakan hasil keuntungan penjualan batu bara yang yang tidak sah  yang diduga dinikmati oleh ER, dan kawan-kawan, melanggar PP No: 96.

Tahun 2021, Pasal 157 ayat (1) dan Pasal 158 ayat (3),  tidak mematuhi kewajiban pemenuhan kebutuhan dalam negeri DMO. Sejak tahun 2019 hingga 2023, PT. BEP mendapatkan RKAB  dengan jumlah total sebanyak 12.345.881 MT.

Bila diasumsikan rata-rata per metric ton, ER dan kawan-kawan memperoleh keuntungan yang tidak sah minimal  Rp. 200.000,- atau total sebesar Rp. 2,469  Triliun.

Pada tanggal 26-10- 2021, tanpa persetujuan HBK, berdasarkan kuasa substitusi dari Bank CIMB NIAGA Tbk yang ditandatangani Carvino Alexander dan Heru Prakoso yang tidak mempunyai kekuatan hukum,  ER mendudukkan diri secara palsu sebagai Direktur PT. BEP (dalam pailit).

Pada tanggal 27-10-2021 lalu merancang Nota Kesepahaman Rencana Perdamaian yang pada pokoknya seolah-olah dilakukan perdamaian antara  PT. BEP, yang diwakili oleh ER, selaku debitur “palsu” dengan para kreditur yang diduga fiktip.

Tak cuma itu. ER merekayasa piutang PT SDN, yang didalilkan secara palsu, dijual kepada PT. SBS sebesar Rp 1.138.057.727.943,2,-. Lalu PT. SBS dikonstruksikan sebagai  “Kreditur”.

Padahal  PT. SBS tidak memiliki kemampuan finansial untuk membayar piutang (cessie) sebesar itu. BS, pemegang 99% saham dan Presdir PT SBS itu, sejatinya hanyalah seorang pedagang kopi rumahan - kolega P.

Ironisnya, BS yang berprofesi pedagang kopi ini, oleh ER disandingkan dengan mantan Kapolri, Jenderal Polisi (Pur) Timur Pradopo, yang didudukan sebagai Komisaris Utama PT. SBS.

Setelah berhasil “membajak” manajemen  PT. BEP (dalam pailit) selama empat tahun sejak 2019,  ER berhasil mendapatkan RKAB total  sebanytak 9.345.882 metric ton.

HBK selaku “korban” tak terima. Lalu meminta stafnya bernama EJA melaporkan ER, sesuai LP No: LP/B/0754/XII/2021/SPKT/Bareskrim Polri tanggal 16-12-2021, dalam dugaan pidana Pemalsuan Surat dan/atau Menempatkan Keterangan Palsu Dalam Akta Otentik, dan/atau Membuat Akta Palsu dan/atau Pencucian Uang, sebagaimana yang dimaksud pasal 263 KUHP dan/atau Pasal 266 KUHP  dan/atau Pasal 264 KUHP dan/atau Pasal 3, Pasal 4, Pasal 5 UU No. 8 Tahun 2010 tentang TPPU, dan sudah masuk ke tahap penyidikan. Nilai TPPU sebesar Rp. 8,435 Triliun inilah yang akan dibuktikan penyidik.

Usai Dirtipidum Bareskrim Polri meminta Dirjen Minerba memblokir Moms “PT. BEP” untuk kepentingan penyidikan pada tanggal 1 Maret 2023, ER “berdamai” dengan EJA selaku pelapor dan kuasa HBK. Lalu meminta penyidikan dihentikan melalui jurus restoratice justice. Namun, modus kuasa residivis berdamai dengan Terlapor perkara pidana ini haruslah ditolak oleh penyidik.

Editor : Ali Masduki

Sebelumnya

Bagikan Artikel Ini
Konten di bawah ini disajikan oleh Advertiser. Jurnalis iNews Network tidak terlibat dalam materi konten ini.
News Update
Kanal
Network
Kami membuka kesempatan bagi Anda yang ingin menjadi pebisnis media melalui program iNews.id Network. Klik Lebih Lanjut
MNC Portal
Live TV
MNC Network