Seperti ketika terjadi insiden tembak-menembak pada akhir Oktober. Mansergh mengirim surat bernomor G-512-1 yang isinya mengeluhkan adanya hambatan rakyat Surabaya dalam tugas mereka mengevakuasi kaum interniran. Hari berikutnya surat lain datang yang berisi dan tuduhan bahwa Kota Surabaya dikuasai para perampok.
Mansergh sendiri mengharapkan kehadiran Gubernur Soerjo ke kantornya untuk menanggapi hal itu. Tapi Gubernur Soerjo tak sudi dan memilih mengirim surat balasan bernomor 1-KBK pada 9 November, via utusan Residen Sudirman, Roeslan Abdoelgani dan TD Kundan.
Isinya berintikan sanggahan terhadap segala tuduhan Mansergh, jawaban pengembalian truk-truk yang dirampas kepada Inggris, serta pengangkutan mayat-mayat tentara Inggris.
Ketiga utusan Gubernur Soerjo itu membawa balasan lain berupa ultimatum penyerahan senjata dengan tenggat waktu 10 November 1945. Hal ini segera dikomunikasikan ke pemerintah lewat Menteri Luar Negeri Mr. Achmad Soebardjo.
Editor : Arif Ardliyanto
Artikel Terkait