Komisi B DPRD Jatim Bakal Panggil 6 Kepala Dinas Terkait Pengelolaan Perhutanan Sosial

Ali Masduki
Kapak Jatim audiansi di Komisi B DPRD Jawa Timur, Senin (07/8/2023). Foto: iNewsSurabaya.id/Ali Masduki

Koalisi Petani Anti Korupsi Jawa Timur (Kapak Jatim) sendiri akan terus mendesak supaya regulasi pengelolaan hutan rakyat ini segera diperjelas. Mengingat di UU Cipta Kerja maksimal bulan Nopember 2023 semua SK yang ada harus bertransfromasi  ke hutan desa atauHutan Kemasyarakatan (HKm).

"Tapi sampai detik ini tidak ada riak-riak apapun. Kalau nanti Nopember tidak ada langkah konkrit dari Gubernur Jatim maka  saya meyakini akan ada gejolak sosial," Trijanto.

Gejolak sosial itu efek dari multi tafsir atas area yang sudah dikeluarkan fungsinya berbeda. Di lapangan, masih ada kaum tani yang mengiginkan untuk kehuatanan sosial, dan hutan desa. Dengan ada multi tafsir ini, menurut  Trijanto akan ada sebuah benturan oleh masyarakat dengan petani yang ada dibawah terkait legal standing yang jelas.

"Makanya kita dorong agar pemprov segera hadir untuk memperkuat dan memperjelas legal standing, mana yang diperuntukkan buat perum perhutani dan untuk petani yang ada," tuturnya.

Menurutnya, pogram Kawasan Hutan Dengan Pengelolaan Khusus (KHDPK) dari KLHK sudah bagus. Apalagi dari total lahan yang mencapai 45,48 persen dari total keseluruhan yang digelontorkan di seluruh pulau Jawa, Jawa Timur termasuk provinsi paling banyak menerima program KHDPK dibanding provinsi lain.

Pengaturan KHDPK muncul dalam Peraturan Pemerintah Nomor 23/2021 tentang Penyelenggaraan Kehutanan, merupakan turunan UU Cipta Kerja. Substansi pengaturan ini adalah pemerintah pusat mengambil alih kewenangan pengelolaan hutan di Jawa sekitar 1,1 juta hektar dari Perum Perhutani.

Kawasan hutan itu antara lain untuk kepentingan rehabilitasi hutan, dan perhutanan sosial. Lebih detail pengaturan areal dan lokasi ditetapkan melalui Keputusan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan No.287/2022.

Trijanto kawatir jika pemprov jatim tidak segera melakukan intervensi dengan perda atau pergub yang kongkrit, maka  tidak menutup kemungkinan akan muncul mafia tanah atau mafia hutan. Dia juga mencium ada gelagat dan upaya-upaya terselubung dan sistematis untuk menggagalkan program ini. Mengingat sampai detik ini masyarakat tingkat bawah masih dihadapkan pada multi tafsir aturan.

"Misal di Lamongan, ada lahan yang sudah dikeluarkan dari area kerja Perum Perhutani, artinya tidak diperbolehkan ada kemitraan baru pasca regulasi baru ini. Tapi faktanya masih begitu banyak pola-pola kemitraan yang dilakukan oleh Perum Perhutani,"  paparnya.

Editor : Ali Masduki

Halaman Selanjutnya
Halaman : 1 2 3

Bagikan Artikel Ini
Konten di bawah ini disajikan oleh Advertiser. Jurnalis iNews Network tidak terlibat dalam materi konten ini.
News Update
Kanal
Network
Kami membuka kesempatan bagi Anda yang ingin menjadi pebisnis media melalui program iNews.id Network. Klik Lebih Lanjut
MNC Portal
Live TV
MNC Network