Lebih tepatnya dikatakan bahwa corak dasar kelembagaan dari PSI adalah oligarki, (dimana segelintir elite menguasai arah dan coraknya partai politik), arah otoritarianisme dari PSI mengarah bukan saja sekedar oligarki namun menjadi permanen oligarki, ketika seluruh dewan pembina yang ada didalamnya bersifat permanen. Dari situ kita melihat sama sekali tidak ada nafas demokrasi maupun republikanisme didalamnya.
Airlangga kemudian menganalisis, terkait dengan pijakan kelembagaan baru dalam PSI terutama antara regulasi dan lembaga dengan agensi, wacana, strategi dan adaptasi politik partai, corak ini juga membentuk kiprah politik PSI secara fundamental. Di mana ada “split personality” antara kesadaran wacana dan kesadaran praktik.
“Ketika PSI selalu menampilkan ke publik sebagai partai yang demokratis, pluralis dan egaliter, namun dalam kiprah politiknya mereka bungkam ketika ada wacana liar tiga periode mulai muncul. Hal ini karena wacana tersebut sejalan dengan corak dasar lembaga PSI yang otoritarian memiliki bibit-bibit diktatorial dan bercorak diktatorial permanen, meskipun berbeda dengan kemasan politik yang selama ini mereka tampilkan di publik,” kritik Airlangga.
Editor : Arif Ardliyanto
Artikel Terkait