SURABAYA, iNewsSurabaya.id - Demokrasi Indonesia hari ini memasuki babak baru setelah adanya konsolidasi demokrasi di era reformasi. Harapan-harapan tentang hilangnya kekuasaan yang tersentral kini terancam oleh pernyataan Presiden Jokowi yang akan turut cawe-cawe pada Pilpres 2024.
Penyampaian cawe-cawe tersebut disampaikan pada pertemuan dengan para pemimpin redaksi media massa di Istana Negara, Jakarta, Senin (29/5/2023).
Sekitar 5 bulan yang lalu, Presiden Jokowi menjelaskan bahwa maksud cawe-cawenya pada pilpres 2024 adalah demi kepentingan negara agar transisi kepemimpin tidak mengalami hambatan.
"Kan sudah saya sampaikan bahwa saya cawe-cawe itu merupakan kewajiban moral, menjadi tanggung jawab moral saya sebagai Presiden dalam masa transisi kepemimpinan nasional di 2024,” ungkap Jokowi pada konferensi pers Jakarta beberapa waktu lalu.
Seiring berjalannya waktu, berbagai drama politik yang terjadi akhir-akhir ini mulai mengungkap fakta-fakta dari maksud cawe-cawe Presiden Jokowi tersebut.
Berbagai forum diskusi dan gerakan rakyat merespon cawe-cawe Presiden Jokowi, diantaranya Jaringan Diskusi Re-Publik yang baru saja diselenggarakan hari Kamis (07/12/2023) oleh Organisasi Masyarakat dan akademisi.
Di antaranya Presisi (Penstudi Reformasi untuk Demokrasi dan Anti Korupsi), DPR (Dewan Pengawal Reformasi), Aliansi ‘98 Pengacara Pengawal Demokrasi dan HAM, PROKLAMASI (Pro Kader Lintas Mahasiswa), Forum Alumni Presiden Mahasiswa Indonesia.
Diskusi yang dilaksanakan secara online tersebut mengangkat tema “Cawe-cawe Presiden Jokowi, Kemunduran atau kemajuan Demokrasi?”
Turut hadir ratusan peserta diskusi yang terdiri dari mahasiswa, tokoh masyarakat dan para akademisi. Dengan pemantik diskusi Dr. Demas Brian W, S.H.,M.H. selaku pakar hukum tata negara.
Dalam penyampaiannya, Dr. Demas menegaskan bahwa cawe-cawe Presiden Jokowi merupakan perbuatan tercela yang dilakukan secara terstruktur, sistematis dan masif.
Merujuk pada beberapa fakta diantaranya prahara di Mahkamah Konstitusi (MK) hingga mendaftarnya anak sulung Presiden Jokowi, yaitu Gibran Rakabuming Raka sebagai Calon Wakil Presiden.
Menurut Dr. Demas, perkataan Presiden Jokowi yang akan cawe-cawe pada pilpres 2024 merupakan perbuatan tercela yang dapat berdampak buruk pada iklim demokrasi pada pilpres 2024.
"Kita ketahui prahara MK kemarin yang terbukti salah satu pemohonnya adalah Partai Solidaritas Indonesia (PSI) yang kini dipimpin Kaesang (Anak Bungsu Presiden Jokowi). Dan kemudian adanya Putusan MKMK yang membuktikan adik ipar Jokowi yaitu Prof. Anwar Usman, dinyatakan bersalah melanggar etik berat dan dicopot dari jabatannya sebagai Ketua MK,” terangnya.
“Bahkan dalam perkembangannya melalui Putusan MK No.90/PUU-XXI/2023 anak Sulung Presiden Jokowi yaitu Gibran Rakabuming Raka maju sebagai Calon Wakil Presiden pada kontestasi Pilpres 2024, yang kini dikenal sebagai Anak Haram Konstitusi jika kita megutip tulisan pada laman berita Tempo,” ungkapnya saat memberikan materi pada Jaringan Diskusi Re-Publik, Kamis (7/12).
Selanjutnya Dr. Demas menerangkan bahwa dugaan cawe-cawe Presiden Jokowi yang terstruktur, sistematis dan massif melalui lembaga negara. Ini dapat disaksikan di akun youtube Tempodotco, Bocor Alus Politk dengan judul Manuver Polisi dan Kejaksaan Memenangkan Prabowo-Gibran
“Seorang Presiden sebagai Kepala Negara dan Kepala Pemerintahan tentu memiliki kekuasaan yang dapat dengan mudah menggunakan alat Negara dalam hal memberikan privilege kepada Anaknya yaitu Gibran Rakabuming Raka untuk memenangkan Kontestasi Pilpres 2024, lebih detilnya silahkan saksikan chanel youtube Tempodotco, Bocor Alus Politk dengan judul Manuver Polisi dan Kejaksaan Memenangkan Prabowo-Gibran," imbuhnya.
Menurut Sunandiantoro, S.H.,M.H. selaku Koordinator Forum Alumni Presiden Mahasiswa Indonesia, Cawe-cawe tidak hanya pada urusan hukum semata. Namun juga dilakukan oleh Presiden Jokowi melalui Bantuan Langsung Tunai (BLT) maupun dalam bentuk sembako di beberapa daerah yang sebelumnya menjadi tempat kampanye dari Paslon Nomor 03.
"Seperti yang sedang ramai di berbagai media yang mengungkapkan adanya kampanye Ganjar Pranowo yang dibuntuti oleh kunjungan kerja Presiden Jokowi. Jika satu kali mungkin itu kebetulan, tapi jika terjadi beberapa kali tentu bukan hal yang wajar. Sebagaimana kitatau, politik itu adalah sesuatu yang direncanakan," ungkapya saat diskusi.
“Saat Ganjar Pranowo melaksanakan kampanye di Papua, beberapa hari setelahnya (22/11) Presiden Jokowi juga datang di Papua dengan dalih meresmikan kampong nelayan serta membagikan bantuan pangan cadangan beras. Kemudian ketika Ganjar Pranowo datang ke NTT, beberapa hari setelahnya Presiden Jokowi juga hadir di NTT dengan dalih yang sama yaitu memberikan bantuan pangan," lanjutnya.
Sunan menilai, Presiden Jokowi memang sedang gencar-gencarnya keliling ke daerah-daerah dalam rangka membagikan bantuan Pemerintah kepada masyarakat.
"Entah dengan dalih apapun tentu kita harus melihatnya sebagai perbuatan politik Bapak Jokowi selaku orang tua dari Gibran Rakabuming Raka yang merupakan Calon Wakil Presiden. Melihat tingkah Presiden Jokowi yang secara terstruktur, sistematis dan massif tersebut tentu patut kita menyatakan Demokrasi di Indonesia sedang mengalami kemunduran,” ungkap sunan menutup acara jaringan diskusi re-publik.
Editor : Ali Masduki
Artikel Terkait