Kasus ini semakin kontroversial setelah pihak kepolisian menerapkan Pasal 351 KUHP tentang penganiayaan berat terhadap Ameng, meskipun awalnya ia hanya diduga melanggar Pasal 352 KUHP yang mengatur tentang penganiayaan ringan.
"Penerapan Pasal 351 ini sangat melukai rasa keadilan. Bayangkan, hanya dengan hasil visum yang menunjukkan goresan luka ringan, Ameng bisa ditahan dengan ancaman hukuman yang lebih berat," tambah Firman.
Firman mendesak agar Inspektorat Pengawasan Daerah (Irwasda) melakukan pemeriksaan terhadap penyidik dan atasannya untuk memastikan tidak ada penyalahgunaan wewenang. “Kami meminta keadilan ditegakkan tanpa intervensi,” ujarnya dengan nada serius.
Menanggapi situasi ini, tim kuasa hukum Ameng tengah mempersiapkan langkah hukum lanjutan. Mereka bertekad untuk membongkar kebenaran dan membawa kasus ini ke meja hijau, demi membela hak-hak klien mereka yang diduga menjadi korban kriminalisasi.
Kasus ini pun mulai mendapat perhatian luas dari publik, yang mempertanyakan integritas penegakan hukum di Indonesia. Akankah Ameng mendapatkan keadilan yang layak, atau justru menjadi korban praktik hukum yang penuh dengan nuansa permainan kekuasaan? Hanya waktu yang akan menjawab.
Editor : Arif Ardliyanto
Artikel Terkait