SURABAYA, iNEWSSURABAYA.ID – Pemerintah resmi membentuk BPI Danantara, sebuah holding yang akan mengelola aset tujuh BUMN dengan nilai total mencapai Rp14.715 triliun. Dengan konsep yang mirip Temasek Holdings di Singapura, holding ini diharapkan mampu meningkatkan efisiensi dan daya saing ekonomi nasional.
Namun, pengamat hukum dan pembangunan Hardjuno Wiwoho mengingatkan adanya potensi risiko yang bisa muncul, terutama jika melihat pengalaman skandal Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI) pada krisis ekonomi 1998. Meskipun pembentukan Danantara membawa harapan baru dalam pengelolaan aset negara, ia menekankan bahwa pengawasan ketat harus menjadi prioritas utama.
"Dalam kasus BLBI, kita melihat bagaimana dana negara dapat disalahgunakan akibat lemahnya pengawasan dan intervensi politik yang kuat. Jika Danantara tidak dikelola dengan transparansi dan akuntabilitas tinggi, ada risiko skenario serupa terjadi," ujar Hardjuno dalam diskusi di Surabaya, Kamis (20/2/2025).
Saat krisis 1998, pemerintah mengucurkan Rp144,5 triliun untuk menyelamatkan perbankan nasional. Sayangnya, dana tersebut banyak yang tidak kembali ke negara akibat penyalahgunaan oleh bankir dan konglomerat yang memiliki koneksi dengan elite politik.
Hardjuno menilai bahwa tanpa mekanisme pengelolaan dan pelaporan yang jelas, Danantara bisa mengalami nasib serupa. Ia mencontohkan bahwa meskipun Temasek Holdings di Singapura dan Khazanah Nasional di Malaysia mampu mengelola aset negara secara profesional, kasus 1MDB di Malaysia menjadi pengingat bahwa intervensi politik dan kurangnya transparansi dapat berujung pada skandal besar.
Selain tantangan tata kelola, kebijakan efisiensi yang diterapkan untuk mendukung program seperti Makan Bergizi Gratis (MBG) juga mendapat sorotan. Menurut Hardjuno, jika efisiensi ini dilakukan dengan memangkas anggaran sektor lain, kesejahteraan masyarakat yang tidak termasuk dalam program MBG bisa terancam.
"Perlu kajian lebih dalam terkait dampak pemangkasan anggaran terhadap sektor kesehatan, pendidikan, dan infrastruktur. Jangan sampai demi satu program unggulan, sektor lain justru dikorbankan," ujarnya.
Editor : Arif Ardliyanto
Artikel Terkait