Sengketa Jawa Pos vs Dahlan Iskan, Penertiban Legalitas Bukan Perselisihan Pribadi

Lukman Hakim
Direktur Jawa Pos Holding Hidayat Jati menegaskan sengketa dengan Dahlan Iskan murni terkait penertiban aset. Bukan persoalan pribadi, tapi langkah legal menjaga tata kelola perusahaan. Foto iNewsSurabaya/lukman

Hal serupa juga terjadi pada proyek pengolahan nanas milik pribadi Dahlan Iskan. Menurut Jati, kesepakatan antara kedua belah pihak terjalin dengan damai, mengedepankan penyelesaian yang profesional.

Praktik Nominee Jadi Akar Masalah

Jati juga mengungkap bahwa sumber utama persoalan aset berasal dari praktik nominee di masa lalu, di mana sejumlah aset atau saham dititipkan atas nama pribadi, bukan entitas perusahaan. Ini terjadi di era Orde Baru, ketika media wajib memiliki SIUPP (Surat Izin Usaha Penerbitan Pers) atas nama perorangan.

“Sayangnya, praktik tersebut masih dilanjutkan meski kewajiban memiliki SIUPP sudah dihapus. Akibatnya, banyak aset yang secara hukum perlu ditertibkan,” jelasnya.

Setelah wafatnya Eric Samola, pendiri Jawa Pos, pada akhir 2000, direksi mulai melakukan langkah balik nama aset. Namun karena jumlah dan lokasi aset yang tersebar luas, proses ini memakan waktu panjang, bahkan beberapa di antaranya berbuntut pada sengketa hukum.

Saham Dahlan Iskan dan PT Dharma Nyata

Jati menjelaskan bahwa Dahlan Iskan memiliki saham sebesar 3,8 persen di Jawa Pos. Saham tersebut muncul dari proses kompensasi kewajiban yang sebelumnya dibahas. Sedangkan untuk aset milik PT Dharma Nyata, Jati menegaskan bahwa secara legal, perusahaan itu bukan milik pribadi mantan direksi.

“Aset PT Dharma Nyata sudah rutin membayar dividen ke Jawa Pos selama bertahun-tahun. Tapi sejak 2017, saat NW dicopot dari holding, dividen itu berhenti,” katanya.

Oleh karena itu, manajemen menilai langkah hukum adalah bentuk tanggung jawab untuk menyelamatkan aset perusahaan, bukan upaya menjatuhkan siapapun.

Meski memilih jalur hukum, pihak Jawa Pos menegaskan tetap terbuka untuk menyelesaikan persoalan ini secara kekeluargaan. Asalkan, lanjut Jati, semua pihak berangkat dari itikad baik dan kesadaran akan fakta hukum yang ada.

“Kami tak menutup pintu dialog. Tapi penyelesaian harus berdasar hukum dan kenyataan, agar tidak menimbulkan salah persepsi di publik,” pungkasnya.

Editor : Arif Ardliyanto

Sebelumnya

Bagikan Artikel Ini
Konten di bawah ini disajikan oleh Advertiser. Jurnalis iNews Network tidak terlibat dalam materi konten ini.
News Update
Kanal
Network
Kami membuka kesempatan bagi Anda yang ingin menjadi pebisnis media melalui program iNews.id Network. Klik Lebih Lanjut
MNC Portal
Live TV
MNC Network