Hudiyono bersama JT diduga merekayasa proses pengadaan barang. JT menyiapkan daftar harga sebagai acuan Harga Perkiraan Sendiri (HPS), sementara jenis barang yang disalurkan ke sekolah tidak berdasarkan analisis kebutuhan, melainkan stok milik JT.
“Meski menggunakan mekanisme lelang, pemenang sudah diarahkan ke perusahaan di bawah kendali JT. Alhasil, barang yang diterima sekolah tidak sesuai kebutuhan bahkan banyak yang tidak bisa digunakan,” tambah Windhu.
Barang hibah maupun belanja modal itu disalurkan dalam tiga tahap kepada 44 SMK Swasta sesuai SK Gubernur Jatim dan 61 SMK Negeri sesuai SK Kepala Dindik Jatim.
Hasil audit sementara menunjukkan kerugian negara mencapai Rp179,9 miliar. Perhitungan final masih menunggu hasil pemeriksaan resmi dari Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) Jatim.
Tak hanya itu, Kejati Jatim juga menemukan pola serupa dalam pengadaan alat kesenian untuk SMK Swasta tahun 2017. Dari total anggaran Rp65 miliar, seharusnya tiap sekolah menerima sarana senilai sekitar Rp2,6 miliar. Namun, kenyataannya barang yang diterima hanya sekitar Rp2 juta per sekolah.
Dalam proses pengusutan, penyidik sudah memeriksa sedikitnya 25 kepala SMK serta sejumlah pejabat Dindik Jatim. Hudiyono yang saat itu menjabat Kabid SMK sekaligus PPK juga telah ditetapkan sebagai tersangka dan kini ditahan Kejati Jatim.
Kasus ini menjadi sorotan publik lantaran melibatkan pejabat pendidikan tingkat provinsi dan menimbulkan kerugian negara dalam jumlah fantastis.
Editor : Arif Ardliyanto
Artikel Terkait
