SURABAYA, iNews.id - DPP Partai Demokrat memutuskan Emil Elestianto Dardak sebagai Ketua DPD Demokrat Jawa Timur (Jatim) setelah menjalani tahapan Musda dan fit and proper test.
Namun, kegaduhan pasca penetapan Emil Dardak masih berlanjut. Kali ini, Ketua DPC Partai Demokrat Jember, Zarkasi menyebut, peraturan organisasi (PO) yang dijadikan acuan saat Musda Demokrat bermasalah.
"Jadi PO ini bermasalah, tidak hanya untuk Musda Demokrat Jatim saja loh ya, bisa dilihat sendiri," kata Zarkasi, Rabu (6/4/2022).
Zarkasi menjelaskan, PO yang dijadikan dasar saat Musda yakni PO 02/2021. PO tersebut, kata Zarkasi bertentangan dengan AD/ART partai yang ditetapkan saat Kongres 15 Maret 2020.
Alasan PO tersebut ditentang, karena penetapannya melebihi satu tahun, padahal di dalam AD/ART maksimal satu tahun. Pasalnya, PO itu baru disahkan 3 Mei 2021.
Zarkasi menjelaskan dalam amanat AD/ART pasal 100 ayat 3, tentang peralihan berbunyi "PO berdasarkan AD/ART yang ditetapkan paling lambat setahun sejak anggaran ini ditetapkan.
Kemudian dijabarkan lagi dalam peraturan peralihan ART, semua peraturan organisasi (PO) ditetapkan selambat-lambatnya setahun sejak AD/ART ditetapkan.
"AD/ART 15 Maret 2020, lalu PO ditetapkan 3 Mei 2021. Artinya sudah melampaui ketentuan, berati 14 bulan tidak sesuai dengan AD ART pasal 96. Tidak sesuai pasal peralihan AD ART di pasal 100. Saya mohon maaf, pimpinan DPP saya membaca secara tekstual yang dibuat PO itu adalah sesuatu yang bertentangan dengan ketentuan. Jadi PO ini tidak senafas sejalan dengan amanat," sambungnya.
Mantan Kepala Inspektorat Jatim ini menyebut, karena PO tidak sesuai amanat AD/ART, maka Musda tidak memiliki payung hukum.
"Artinya ya gak punya payung hukum, Musda ini gak punya payung hukum sah atau tidak saya kembalikan ke DPP, tapi ini jelas tidak sesuai. Induk segala induk rohnya demokrat itu AD ART saat Kongres 15 Maret 2020 lalu," tegasnya.
Tidak hanya itu, Zarkasi mengatakan, DPP tidak bisa membaca suasana demokrasi saat Musda. Padahal, platform Partai Demokrat jelas menjunjung demokrasi.
"Alangkah eloknya nuansa demokrasi yang sudah berkembang pada saat Musda itu ditangkap oleh DPP. Ini sekedar saran, kalau menetapkan fit anda proper test lalu mengabaikan hasil Musda maka itu artinya sama saja DPP mengingkari AD ART," katanya.
"Di dalam pembukaan AD/ART Partai Demokrat alenia ke-6, bunyinya rakyat ingin didengar suaranya, serta kebebasan demokrasi terbuka. Bagaimana itu dijalankan oleh DPP, wong internal saja tidak diberi kesempatan," lanjutnya.
Zarkasi juga menyinggung pernyataan Ketua Badan Pembina Organisasi, Kaderisasi, dan Keanggotaan (BPOKK) DPP yang menyebut Emil lebih loyal kepada AHY dalam penentuan Musda Demokrat Jatim.
Menurut Zarkasi, jika Emil loyal ke AHY, maka seharusnya akar rumput di Jatim loyal juga ke Emil.
"Sebaliknya BPOKK mengatakan penyebab Bayu Airlangga tidak dipilih karena tidak loyal ke AHY. Loyalitas yang bagaimana, loyalitas yang pertama itu ke partai, setelah ke partai baru ke person. Loyalitas ke partai ditunjukkan dengan menjunjung tinggi AD ART," ungkapnya.
Diketahui, Musda Demokrat Jatim digelar 20 Januari 2022 lalu. Bayu Airlangga meraih dukungan 25 DPC, dan Emil Dardak meraih 13 DPC. DPP Demokrat akhirnya memutuskan Emil Dardak sebagai Ketua Demokrat Jatim.
Penunjukkan Emil ini mendapat perlawanan dari DPC pemilik suara yang mendukung Bayu Airlangga. Mereka menyebut DPP yang dipimpin oleh AHY tidak demokratis.
Editor : Ali Masduki
Artikel Terkait