Peristiwa inilah yang mengilhami Letkol Slamet Riyadi menggagas satuan pemukul yang dapat digerakan secara cepat dan tepat untuk menghadapi berbagai sasaran di medan yang berat sekalipun. Setelah gugurnya Letkol Slamet Riyadi saat pertempuran di Kota Ambon, gagasan tersebut dilanjutkan oleh Kolonel A.E. Kawilarang.
Pada November 1951, Kolonel A.E. Kawilarang ditunjuk sebagai Panglima TT III/Siliwangi. Eks prajurit KNIL itu pun mengeluarkan Instruksi Panglima Tentara dan Teritorium III Nomor 55/Instr/PDS/52 tanggal 16 April 1952 tentang pembentukan Kesatuan Komando Tentara dan Teritorium III atau Kesko III/Siliwangi yang menjadi cikal bakal Korps Baret Merah Kopassus.
“Dibenaknya (Kawilarang-red), pasukan khusus itu harus menjadi kesatuan yang ramping memiliki keahlian individu yang tinggi serta bermobilitas tinggi,” tulis buku berjudul “Kopassus untuk Indonesia” dikutip iNewsSurabaya.id, Mnggu (12/6/2022).
Selanjutnya, A.E. Kawilarang yang lahir di Meester Cornelis sekarang Jatinegara pada 23 Februari 1920 ini memerintahkan Letda Aloysius Sugianto untuk mencari pelatih yang akan membantu pembentukan kesatuan pasukan khusus yang berbasis di bekas pangkalan Korps Speciale Troepen (KST) di Batujajar, Bandung, Jawa Barat.
Saat itu, diputuskan Mayor Moch Idjon Djanbi mantan Kapten KNIL dan yang pernah bergabung dengan KST dan bertempur dalam Perang Dunia II sebagai Komandan pertama. Dalam perjalanannya, satuan ini mengalami beberapa kali perubahan nama. Di antaranya Kesatuan Komando Angkatan Darat (KKAD) pada 1953, Resimen Pasukan Komando Angkatan Darat (RPKAD) pada 1952. Kemudian pada 1955 berubah nama menjadi Resimen Para Komando Angkatan Darat (RPKAD).
Editor : Arif Ardliyanto
Artikel Terkait