Ketika Surabaya sudah terbentuk menjadi sebuah kota industri besar, secara tidak langsung membentuk sebuah komunitas sosial baru yakni golongan buruh. Golongan buruh pada saat itu adalah kelompok sosial yang lemah secara ekonomi, karena pendidikannya yang juga redah.
“Ketika di Surabaya pertama kali ada sensus penduduk, tercatat warga Surabaya saat itu hanya 17 persen yang sekolah. Tentu, sebagian besar saat itu buruh yang bekerja di Surabaya adalah pekerja rendahan dan kasar. Meskipun buruh rendahan, hal itu justru mendapat perhatian Sukarno,” kata Purnawan.
Kenapa bisa, buruh rendahan itu menjadi perhatian Sukarno? Karena para buruh itu menjadi salah satu dasar pembentukan ideologi Marhaenisme, sebagai bentuk kepedulian Sukarno terhadap para buruh. Selain itu, ideologi Marhaenisme itu juga menjadi dasar Sukarno dalam merumuskan Pancasila.
Di tahun 1910, Kota Surabaya muncul gerakan protes kuat dari rakyat yang tinggal di lingkup tanah partikelir pada masa itu. Protes itu muncul lantaran rakyat yang tinggal di tanah partikelir itu tidak terima jika harus tunduk terhadap tuan tanah.
“Karena perbuatan tuan tanah yang semena-mena dan menjadikan tanahnya itu untuk membangun kota dan perumahan, secara otomatis rakyat yang tinggal di tanah partikelir itu pun banyak yang tergusur,” sebut Purnawan.
Editor : Ali Masduki
Artikel Terkait