MALANG, iNews.id - Persilangan antar politik di Tanah Air yang semakin dinamis menuju 2024 dengan resesi yang tengah melanda dunia saat ini, mengharuskan setiap warga negara untuk senantiasa waspada, cermat, dan tidak salah langkah.
"Kita tidak boleh gegabah dalam mengambil sikap dan keputusan. Dan kiranya, politik kebangsaan adalah pilar yang bisa menjadi pegangan kita bersama," tegas Surya Paloh dalam orasi ilmiahnya di Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Brawijaya (UB) Malang, Jawa Timur.
Politik Kebangsaan, kata dia, adalah garis politik yang mestinya bisa menjadi komitmen semua partai politik.
BACA JUGA:
Surya Paloh Raih Gelar Doktor Honoris Causa dari FISIP Universitas Brawijaya
Doktor Honoris Causa Surya Dharma Paloh menuturkan, semua pihak mesti menyadari bahwa kompetisi dalam pemilu adalah keniscayaan dan akan berulang setiap lima tahun sekali.
Oleh karena itu, lebih penting dari hal tersebut adalah menjaga keberlangsungan dan eksistensi negara-bangsa ini.
"Di atas politik kontestasi ada politik kebangsaan. Politik yang mengarusutamakan kepentingan bangsa di atas kepentingan kami sebagai kelompok politik," teganya.
Dunia tengah berubah dan akan terus berubah.
Menurut Surya Paloh, konstelasi geopolitik dunia menyampaikan kepada kita bagaimana ia terus berubah. Amanat menciptakan perdamaian dunia telah digaungkan berpuluh-puluh tahun ke belakang.
"Namun, sebagaimana kita saksikan dewasa ini, di beberapa tempat ia masif menjadi aspirasi dan impian belaka," uajrnya.
"Konflik dan peperangan masih terjadi. Tak jarang, eksesnya menyeret kita untuk terlibat dalam pusarannya," lanjutnya.
Kasus Rusia-Ukraina misalnya, Surya Paloh mengatakan bahwa terkadang hal itu menjadi kesempatan untuk turut serta dalam promosi perdamaian.
Namun tak jarang, ancaman menyusup ke dalam mengiringi konflik yang tefjadi di luar sana, sebagaimana terjadi dalam berbagai kasus ferorisme pada beberapa waktu yang lalu.
"Kenyataan ini menunjukkan bagaimana ancaman, baik dari dalam maupun dari luar, selalu potensial terjadi," ucapnya.
Lebih lanjut dia mengatakan, saat ini pun bangsa Indonesia berada dalam persimpangan sejarah. Peta kekuatan dunia tengah bergeser. Indonesia, diakui atau tidak, akan menjadi bagian tak terpisahkan dari pergeseran itu.
Sebagai negara dengan luas wilayah dan jumlah penduduk terbesar keempat di dunia, pastilah keberadaannya menjadi perhitungan dunia. Dan sejarah telah membuktikan hal tersebut berulang kali.
"Oleh karena itu, ke depan, kita membutuhkan pemimpin nasional yang mampu menjaga stabilitas politik dan kemampuan untuk bangkit pasca pandemi ini," tuturnya.
Selain itu, Indonesia juga membutuhkan pemimpin yang memiliki keberanian untuk melakukan berbagai terobosan dalam menghadapi krisis dan ancaman yang tengah dihadapi saat ini.
"Kita membutuhkan pemimpin yang mampu menjaga eksistensi Republik ini di tengah gelombang perubahan dunia yang tengah terjadi," ucapnya.
Politik pada dasarnya adalah upaya terus menerus dalam rangka membangun kebaikan bersama. Dalam konteks Indonesia saat ini, kebaikan bersama itu bernama “persatuan bangsa’” atas nasionalisme.
Karena itu, politik yang ditujukan dalam rangka menjaga dan mengembangkan nasionalisme, adalah wajah politik yang sesungguhnya.
"Inilah warna politik yang telah menjadi jalan diraihnnya kemerdekaan oleh bangsa ini," kata dia.
Politik yang senantiasa menjunjung tinggi komitmen bagi utuhnya eksistensi Republik Indonesia serta terbangunnya praktik politik yang mencerdaskan kehidupan bangsa.
Dalam sejarahnya, nasionalisme telah teruji menjadi paham yang mampu mempersatukan berbagai elemen bangsa di Tanah Air.
Dalam kasus Indonesia, nasionalisme bisa disebut sebagai poros utama eksistensi negara-bangsa ini.
Nasionalisme telah menjadi titik temu bagi segala niat baik yang dimiliki oleh setiap partai politik dan setiap ideologi yang dianut oleh kelompok politik. Politik Kebangsaan pun kembali mendapati relevansinya dalam kurun satu dekade terkakhir ini.
"Terlebih, saat populisme yang menggunakan politik kebencian dan berhasrat meniadakan yang lain, masih kita rasakan hingga saat ini. Politik kebangsaan menjadi point strategis yang bisa menjadi antitesisnya," jelasnya.
Politik kebangsaan, menurut Surya Paloh, adalah politik yang mengajak semua pihak kepada semangat persatuan. Karena itu, pemilu bukanlah sekadar ajang kontestasi dan ruang pergantian pemimpin rasional.
Pemilu adalah perwujudan dari politik gagasan dan kompetisi yang penuh kedewasaan sikap serta ruang mencerdaskan kehidupan bangsa.
"Sudah saatnya kita sudahi praktik politik yang begitu sarat dengan muatan kebencian dan daya rusak sosial. Praktik yang telah menjadi racun bagi kehidupan sosial-politik anak bangsa saat ini," pungkasnya.
Diberitakan sebelumnya, Surya Paloh meraih gelar Doktor Honoris Causa dari Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Brawijaya (UB) Malang, Jawa Timur.
Gelar Dr. H.C. yang disematkan kepada Surya Paloh tersebut merupakan penghargaan perdana yang diberikan dari FISIP UB kepada tokoh nasional.
Surya Paloh menyampaikan orasi ilmiah promovendus pemberian gelar kehormatan Doktor Honoris Causa 'Meneguhkan Politik Kebangsaan'.
Editor : Ali Masduki