Ia mengaku, hal tersebut lumrah berjalan saat masa transisi atau pengenalan destinasi wisata baru. Sebab, pelatihan yang diberikan kepada para UMKM ini digelar selama satu minggu, hingga mereka bisa menyajikan masakan khas Pecinan yang enak agar pengunjung tidak merasa kecewa. Karena, saat Cak Eri melakukan pengecekan masih menemukan beberapa makanan dan minuman seperti es jus dan seblak.
“Padahal namanya Chinatown. Masa ganti Jowotown itu yo opo (gimana). Karenanya, pelatihan ini digelar satu mingguan, jadi dia (UMKM) sampai lanyah (tidak apa-apa), habis dilatih dicicipi sampai enak lalu kita lepas. Jangan sampai dia (UMKM) rasanya belum pas seperti Chef yang melatih, lalu dijual disana, pengunjung akan kecentok (kecewa),” ujarnya.
Kya-kya menjadi ikon baru Kota Pahlawan. Lokasi ini menunjukan keberadaan pecinan yang berkembang dari zaman dulu hingga sekarang. Foto iNewsSurabaya/ist
Dari masa transisi atau pengenalan ini, Pemkot Surabaya melakukan evaluasi mengenai kekurangan yang ada di destinasi wisata Kya-Kya Kembang Jepun. Ia pun meminta kepada OPD terkait untuk menyamakan konsep Chinatown dengan pelatihan masakan khas Pecinan, agar memiliki kesamaan konsep yang mampu memikat daya tarik pengunjung.
“UMKM yang disiapkan dilatih untuk masakan Pecinan. Karena yang berat bagi saya adalah menata dan merubah mindset (kebiasaan). Maka saya panggil kepala dinas untuk diajak diskusi tentang China Town dan mereka belajar sendiri, bukan saya perintah. Dipanggil semua pemilik bangunan, terus kayak film China dulu yang diberikan papan, itu kan bagus-bagus,” terangnya.
Menurutnya, Pemkot Surabaya tidak hanya menjalankan tugas untuk melatih UMKM saja. Tetapi juga membuat UMKM tersebut berhasil. “Karena saya bilang ke teman-teman, bukan melatih lalu selesai, tapi tugas kamu adalah dia (UMKM) berhasil maka kamu berhasil,” tegasnya.
Editor : Arif Ardliyanto