Untuk alat ini, cahaya dipancarkan oleh lima lampu LED dengan warna yang berbeda-beda, yaitu ungu, hijau, biru, kuning, dan merah.
Untuk menggunakan alat ini, lanjut Rusdi, pertama-tama larutan diletakkan di sebuah kuvet dan dimasukkan ke dalam alat. Lalu, cahaya dari lima lampu LED dipancarkan melalui larutan limbah sehingga sebagian dari cahaya tersebut diabsorpsi oleh larutan.
“Nilai absorbansi tersebut lalu ditentukan oleh sebuah detektor menggunakan prinsip hukum Lambert-Beer,” terang Rusdi lagi.
Setiap larutan akan memiliki tingkat absorbansi yang unik terhadap lima warna yang dipancarkan. Seperti contoh, jika sebuah larutan mengabsorpsi cahaya merah yang berlebihan, maka tingkat absorbansi cahaya merah tersebut akan memiliki nilai yang tinggi dan begitu pula sebaliknya.
Tahap terakhir dari proses ini adalah memasukkan nilai-nilai absorbansi larutan terhadap semua lima warna cahaya ke dalam sebuah komputer. Komputer ini akan menggunakan algoritma Jaringan Saraf Tiruan Feed Forward Neural Network (JST FFNN) untuk mencocokkan nilai-nilai absorbansi yang telah didapatkan oleh spektrometer pentakromatik dengan database yang telah dibuat sebelumnya.
“Setelah ini, kandungan larutan dapat langsung teridentifikasi,” imbuhnya.
Secara keseluruhan, menurut Rusdi, proses ini memiliki beberapa keuntungan dibandingkan dengan proses menggunakan spektrometer ultraviolet (UV) yang lebih konvensional. Yang pertama, proses ini relatif lebih cepat. Setelah memasukkan kuvet ke dalam alat dan mengambil pengukuran absorbansi cahaya, kandungan larutan dapat ditentukan saat itu juga.
“Proses identifikasi kandungan menggunakan spektrometer UV bisa satu hari atau lebih,” tutur mahasiswa Departemen Teknik Fisika ITS ini.
Tidak hanya itu, dikatakan Rusdi, biaya pembuatan spektrometer pentakromatik ini relatif lebih murah. Secara total, biaya produksi spektrometer pentakromatik hanya berkisar sekitar Rp 2 juta. Biaya ini sudah termasuk keseluruhan komponen dan upah pekerja.
“Spektrometer biasa itu bisa sampai belasan juta rupiah, Rp 14 juta ke atas biasanya,” ucapnya.
Editor : Ali Masduki