SURABAYA, iNews.id - Ingatlah hari ini tanggal 18 Desember, tepatnya 249 tahun silam, pada tanggal 18 Desember 1771, ribuan Prajurit Blambangan bergerak menuju arena pertempuran.
Ini merupakan puncak dari peperangan yang sudah berlangsung sejak awal Agustus 1771 yang dikenal dengan nama Puputan Bayu. Seperti yang dituliskan oleh C. Lekkerkerker, salah satu sarjana Belanda yang menulis tentng masyarakat Blambangan di masa kolonial, dalam catatannya yang menjadi rujukan utama dalam penulisan sejarah tentang Puputan Bayu.
Para pejuang Blambangan melakukan serangan umum dan mendadak terhadap serdadu VOC (Vereenigde Oostindische Compaigne). Di bawah kepemimpinan Pangeran Jagapati maju ke medan tempur dengan membawa golok, keris, pedang, tombak dan senjata api yang diperoleh dari hasil rampasan dari tentara VOC.
Pangeran Jagapati lahir dengan nama Mas Rempeg, lahir di Pakis, Blambangan 1740-an hingga 1750-an, meninggal di Bayu, Blambangan, 19 Desember 1771, yang merupakan pemimpin Perang Bayu atau juga dikenal dengan Pemberontakan Jagapati pada saat VOC mulai menduduki Blambangan.
VOC mengerahkan 10 ribu pasukan dilengkapi senjata canggih termasuk alat-alat berat untuk menghadapi itu. VOC dalam hal ini sebenarnya merugi, mereka menghabiskan 8 ton emas untuk membiayai perang.
Ternyata apa yang dikeluarkan tidak sepadan denga napa yang didapat. Blambangan tidak memberikan keuntungan yang signifikan bagi Belanda selama berkuasa di Indonesia.
Puputan Bayu adalah perang besar-besaran di tanah Banyuwangi. Serangan pejuang Bayu yang mendadak membuat pasukan VOC terdesak. Saat itulah pasukan VOC banyak yang terperosok dalam jebakan yang dinamakan sungga yaitu parit yang di dalamnya dipenuhi sunggrak yang telah dibuat oleh pejuang Bayu.
Belanda menyatakan serangan ini sebagai kehancuran pasukan kompeni. Pertempuran berakhir dengan kemenangan pasukan Pangeran Jagapati. Pemimpin VOC, Vaandrig Schaar dan Cornet Tinne tewas dan ratusan prajurit dari Madura yang dibawa VOC juga nyaris tanpa sisa.
Setahun kemudian harga yang mahal harus dibayar pengorbanan besar-besaran oleh Blambangan. Tentu saja tekad besar itu sudah diperhitungkan sebagai konsekuensi akan mengikuti hal itu, akan tetapi itulah keputusan yang sudah dibuat oleh para kesatria dan rakyat Blambangan.
Tekad luhur dan perjuangan melawan kesewenang-wenangan para penjajah, perjuangan untuk kebebasan yang hakiki. Kemenangan Blambangan dibalas oleh VOC setahun kemudian.
Serdadu Belanda mendatangkan ribuan prajurit tambahan dari Madura, Surabaya dan Besuki. VOC juga mendirikan benteng di dekat Bayu untuk mengontrol pasukan Jagapati.
Lumbung-lumbung padi milik pasukan Jagapati dibakar hingga kelaparan menyerang, disusul kematian dan penyakit mewabah. Pasukan Jagapati terus berkurang dan pada bulan Oktober 1772 pasukan Jagapati berhasil dikalahkan oleh VOC.
Pangeran Jagapati tewas dalam pertempuran tersebut. Tubuh dan kepala para prajurit Blambangan yang tewas digantung di pepohonan sekitar benteng.
Menurut Sejarawan, Sri Margana, ini adalah peperangan tersadis dalam sejarah Indonesia. Akibat perang ini sekitar 60 ribu rakyat Blambangan (Banyuwangi) gugur, hilang atau lari ke hutan untuk menyelamatkan diri dari VOC.
Angka tersebut dianggap sangat besar karena jumlah penduduk Blambangan waktu itu 65 ribu orang. Penduduk Blambangan hanya tersisa sekitar 5 ribu orang. Sungguh sebuah pengorbanan yang sangat besar.
Tanggal terjadinya peperangan ini adalah tanggal 18 Desember 1771 yang pada akhirnya ditetapkan sebagai hari jadi Kabupaten Banyuwangi, karena menjadi cikal bakal terbentuknya wilayah tersebut.
Perang ini juga mengubah peta demografi di Kawasan Blambangan dan sekitarnya. Hampir habisnya penduduk Blambangan akibat perang tersebut maka pihak VOC mendatangkan tenaga kerja dari luar Blambangan untuk mengolah tanah-tanah pertanian yang kosong.
Mereka ditempatkan di rumah-rumah penduduk yang ditinggalkan akibat perang. Dengan kedatangan berbagai macam penduduk dari luar Blambangan menjadikan Blambangan berpenduduk sangat majemuk terutama masuknya etnis Madura setelah perang, yang awalnya dihuni oleh etnis Osing.
Selamat Hari Jadi Kabupaten Banyuwangi Yang Ke-250 Tahun !!!
(Penulis : Oktavianto Prasongko)
Editor : Ali Masduki