Sementara itu Auditor Internal PT Meratus Line, Feni mengatakan, berdasarkan audit internal pihaknya menemukan kerugian atas kasus dugaan penggelapan BBM itu sebesar Rp 500 miliar terhitung sejak 2015.
Ia pun mengaku, dasar audit yang dilakukan adalah dari keterangan atau pengakuan para terdakwa yang kemudian diasumsikan olehnya.
"Ditemukan kerugian sebesar Rp500 miliar, terhitung sejak 2015," tegasnya.
Selain itu, pihaknya pun melakukan audit untuk kedua kalinya dan ditambahkan lagi adanya audit eksternal. Uniknya, ia mengakui terdapat perbedaan atau selisih dari kedua hasil audit tersebut.
Hasil audit internal kedua menemukan dugaan kerugian sebesar Rp94 miliar dan hasil audit eksternal hanya menemukan kerugian sebesar Rp93 sekian miliar.
Keterangan Fani ini pun menjadi sorotan dari pengacara para terdakwa, salah satunya Gede Pasek Suardika. Ia pun menegaskan bahwa pihaknya meragukan hasil audit yang dilakukan oleh Fani. Apalagi, dalam ketiga audit tersebut ditemukan ketidak cocokan hasil kerugian yang dimaksud.
"Internal audit diawal menyebutkan Rp500 miliar tetapi banyak berbasis asumsi, lalu ada audit lagi ditemukan Rp94 miliar lebih tetapi perhitungan eksternal audit disebutkan Rp93 miliar. Ada perbedaan yang jauh itu membuat hasil audit diragukan," kata GPS, sebutan akrab Gede Pasek Suardika.
GPS kembali mencecar Dirut Meratus soal status karyawan Meratus, terdakwa Edi Setyawan yang disebutkan sopir dan outsourching tetapi bisa memiliki kewenangan melebihi pegawai organik dan atasannya sendiri.
Mendapat pertanyaan itu, Slamet sebagai Dirut pun mengakui jika pihaknya merasa kecolongan. Ia pun menyebutnya sebagai miss dalam manajemennya.
"Itu miss kami di Manajemen, " kilahnya.
Secara rinci GPS juga memastikan apakah selama kurun waktu 2015 sampai 2021 hubungan kerja dengan Bahana tidak pernah ada masalah.
"Tidak pernah ada masalah semua dokumen komplit sesuai perjanjian dan ditandatangani kedua belah pihak, " kata Slamet.
Editor : Ali Masduki