Melalui Menteri Pertahanan dan Keamanan Jenderal Maraden Panggabean, Hoegeng menerima surat sekaligus penunjukan sebagai Duta Besar untuk Kerajaan Belgia.
Hal yang terdengar ganjil karena waktu itu masa bakti Hoegeng belum habis. Saat itu rezim Orde Baru memang dikenal kerap membuang para petinggi yang mengancam kekuasaannya.
Salah satunya hal itu terjadi pada Hoegeng yang ditugaskan sebagai Duta Besar Belgia. Walaupun demikian Hoegeng tetap menolak dan tetap bersikeras mencari jawaban atas pemberhentiannya sebagai KAPOLRI.
Setelah pencopotan Hoegeng sebagai KAPOLRI, Hoegeng menemui Presiden Soeharto di kediamannya di Jalan Cendana No.8 Jakarta. Tanpa didampingi oleh siapapun Hoegeng dating menghadap Presiden Soeharto pukul 10.00 WIB.
Dalam perbincangannya Presiden Soeharto menyinggung tentang penugasan Hoegeng di Belgia dengan alasan tidak ada tempat baginya di Indonesia. Namun dengan tegas Hoegeng menolak dan dengan lapang dada lebih memilih mundur dari Institusi Kepolisian maupun Institusi Negara.
Hoegeng merasa sejak pencopotannya sebagai KAPOLRI dirinya memang merasa sudah dibuang. Beliau mengisi kegiatannya dengan melukis, menyangi dan bermain musik bergabung dengan The Hawaian Senior. Hoegeng sempat mengisi layar kaca melalui tembang yang dibawakannya bersama The Hawaian Senior selama 10 tahun.
Seiring berjalannya waktu bersama berbagai Tokoh Nasional seperti Abdul Haris Nasution, Mantan Gubernur DKI Jakarta Ali Sadikin, mantan Perdana Menteri Mohamad Nasir dan lain sebagainya, mereka menandatangani petisi yang mengkritik pemerintahan orde baru yang dikenal dengan Petisi 50.
Petisi yang ditandatangani pada tanggal 5 Mei 1980 berisi tentang kritikan terhadap Soeharto yang merasa dirinya paling benar melaksanakan Pancasila.
Seperti yang tercatat dalam buku: Pikiran, Ucapan dan Tindakan Saya, menyebutkan setelah menandatangani Petisi 50 tersebut seperti halnya dengan sejumlah tokoh lainnya yang ikut menandatangani, Hoegeng mengalami berbagai pencekalan pada masa rezim Orde Baru.
Dari larangan ke luar negeri, larangan melakukan perjalanan bisnis hingga dilarang untuk menjadi pembicara ataupun menghadiri suatu acara.
Salah satunya Hoegeng dilarang menghadiri upacara Hari Peringatan Bhayangkara. Hoegeng baru boleh menghadiri HUT Bhayangkara pada tahun 1997 atau 10 tahun setelah pencekalan yang dilakukan oleh rezim Orde Baru.
Editor : Ali Masduki