SURABAYA, iNews.id - Genderang pesta demokrasi akbar lima tahun sekali di Indonesia semakin berbunyi kencang. Saling sahut antar politisi menyambut Pemilu 2024 mewarnai diskusi publik, mulai dari aturan pemilu, hasil survey, hingga kebijakan publik yang berbungkus motif politik.
Bahasan mengenai posisi generasi muda dalam politik menarik untuk disorot. Mendominasi setengah jumlah pemilih pada Pemilu 2024 nanti, 80 juta orang muda berusia 17-35 tahun seringkali diposisikan sebagai objek ketimbang subjek dalam proses kebijakan publik.
Padahal, generasi muda inilah yang menjadi motor penting penggerak pembangunan nasional yang sesuai dengan perkembangan zaman.
Guru Besar Universitas Indonesia dan Menteri Riset dan Teknologi/Kepala Badan Riset Inovasi Nasional Republik Indonesia Periode 2019-2021, Bambang Permadi Soemantri Brodjonegoro, menyebut ketika berbicara visi Indonesia 2045 atau Indonesia Emas 2045, dimana negara menginjak 100 tahun kemerdekaan, maka akan banyak pertanyaan apakah negara tersebut sudah berhasil memenuhi sebagian besar harapan masyarakat.
"Ketika membicarakan bagaimana transformasi kebijakan publik yang menjadikan Indonesia naik kelas ke negara maju berpendapatan tinggi. Mau tidak mau akan melibatkan generasi muda yang diharapkan menjadi pilar transformasi agar negara kita bisa keluar dari jebakan kelas menengah," terangnya dalam pembukaan acara Policy Fest (11/12).
Dalam kesempatan yang sama, penggiat isu kebijakan publik sekaligus CEO dan Co-Founder Think Policy, Andhyta F. Utami, menjelaskan, jika Bung Karno bilang berikan aku 10 pemuda, tidak cukup hanya 10 pemuda saja, tetapi pemudanya juga harus berdaya dan berhimpun.
"Kami di Think Policy percaya orang muda berdaya dan berhimpun tidak hanya ingin mengguncang dunia, tetapi mampu selesaikan berbagai masalah sosial di sekitar kita," katanya.
Think Policy sendiri yang dibentuk pada 2019 oleh sekelompok orang muda yang memiliki passion di kebijakan publik sebagai ruang belajar, bersuara, dan kolaborasi lintas sektor, untuk mendorong kebijakan publik berbasis bukti dan empati.
Editor : Ali Masduki