Tak hanya itu, Nanik menyebut, jika upaya eliminasi TBC juga dilakukan dengan cara mengoptimalkan pelaporan Wifi-TB untuk dokter praktik mandiri dalam penemuan terduga TBC. Juga, menguatkan jejaring internal TBC dengan melibatkan peran lintas poli/ ruangan dalam upaya penjaringan terduga TBC dan penemuan kasus TBC di RS. "Kami juga mengoptimalisasi kolaborasi TBC KIA dengan fasilitasi pemeriksaan mantoux test,” ujarnya.
Di samping itu, beberapa cara lain juga dilakukan Dinkes Surabaya dalam upaya eliminasi TBC di Kota Pahlawan. Seperti di antaranya, memberikan Terapi Pencegahan Tuberkulosis (TPT) bagi kontak erat pasien TBC serta monitoring capaian terduga TBC di Fasyankes setiap bulan.
Kemudian, melibatkan forum multi sektor dalam kegiatan Public Private Mix (PPM) TBC serta meningkatkan kapasitas bagi tenaga kesehatan di Puskesmas, RS dan Dewan Pertimbangan Medik (DPM). Selain itu, upaya lain yang dilakukan adalah melaksanakan Passive Case Finding dengan melakukan skrining TBC pada kelompok risiko tinggi, seperti pasien HIV, Diabetes Melitus (DM), anak (khususnya gizi buruk), ISPA/Pneumonia, Covid-19, dan Calon Jemaah Haji (CJH).
Nanik menyatakan, pihaknya juga melaksanakan Active Case Finding dengan melibatkan lintas sektor dalam upaya eliminasi TBC di Kota Surabaya. Termasuk pula melaksanakan penyuluhan di masyarakat dengan melibatkan puskesmas, lintas sektor, Satgas TBC dan Kader Surabaya Hebat (KSH). Serta, melakukan pelacakan pada pasien TBC yang mangkir oleh puskesmas, Satgas TBC, dan KSH untuk memotivasi agar kembali melakukan pengobatan.
“Melaksanakan kegiatan investigasi kontak (skrining kontak erat pasien TBC) melalui gerakan Cak dan Ning 1-20 oleh Satgas TBC. Dan melaksanakan pendampingan Pasien TBC oleh Satgas TBC untuk mencegah terjadinya mangkir/drop out selama pengobatan,” jelasnya.
Editor : Arif Ardliyanto