Dalam perjalanan koasnya, Ilyas menceritakan banyak tantangan yang dihadapinya, baik saat praktik maupun saat ujian pergantian stase. Selama praktik koas, dirinya dan teman sejawatnya berhubungan dan berkoordinasi langsung dengan dokter konsulen tanpa adanya perantara.
“Selama koas, yang menjadi tantangan utama itu kita tidak adanya perantara dari mahasiswa koas dengan dokter konsulen ataupun spesialis, sehingga kita harus selalu sigap dan memberikan pelayanan terbaik kepada pasien ketika ditugaskan langsung oleh dokter konsulen, tetapi justru hal tersebut membuat kita terbiasa menyelesaikan hal yang rumit secara tegas dan sigap,” cerita Ilyas.
Pria kelahiran 1 Februari 1998 yang juga lulusan SMA Unggulan Pondok Modern Selamat Kendal itu mengungkapkan bahwa stase yang paling sulit dan menjadi tantangan tersendiri adalah stase saraf dan mata, karena ujian yang dilakukan berhadapan langsung dengan dokter senior yang spesialistik, sehingga hal tersebut membutuhkan persiapan lebih matang.
“Ketika menghadapi ujian di stase saraf dan mata, rasa gugupnya itu berbeda dan lebih terasa deg-degan karena selain materi yang dihafalkan juga banyak, dokter yang menguji pun dokter spesialis yang sudah senior. Tapi Alhamdulillah berjalan lancar, dan yang menjadi kunci menghadapi ujiannya adalah berdoa dan minta restu orang tua,” ucapnya.
Putra dari Ady Pitoyo dan Siti Khuzaimah itu menambahkan bahwa pengalamannya selama koas merupakan pengalaman yang sangat berkesan bagi perjalanan studinya di kedokteran.
Selain mendapat ilmu baru, dirinya juga senang dapat membantu banyak pasien. Nantinya, setelah pendidikan profesi dokter selesai, dirinya ingin melanjutkan ke spesialis bedah atau anestesi.
Editor : Ali Masduki