JAKARTA, iNewsSurabaya.id - Sejumlah pelaku usaha dari berbagai sektor mengeluhkan lambannya proses perizinan Analisis Mengenai Dampak Lingkungan Hidup (AMDAL) dan lingkungan. Berdasarkan informasi yang dihimpun, ada sekitar 4.000 AMDAL yang masih tertahan di KLHK.
Tak sedikit perusahaan yang sudah menunggu hingga ber bulan-bulan izin lingkungan tersebut, namun tak kunjung diterbitkan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK).
Diketahui, masalah ini muncul pasca diterbitkannya aturan turunan dari Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja.
Padahal, UU Cipta Kerja ini diterbitkan dengan harapan dapat menyederhanakan perijinan bagi para investor. Namun, yang terjadi justru sebaliknya.
Salah satunya perizinan AMDAL yang menjadi lebih ruwet dalam pelaksanaanya. Apalagi, perizinan AMDAL menjadi salah satu perizinan yang sangat strategis bagi dunia usaha yang memiliki resiko lingkungan.
Direktur Center of Economic and Law Studies (CELIOS), Bhima Yudhistira mengatakan banyaknya aturan turunan yang harus dilaksanakan birokrasi justru membuat UU ini tidak sejalan dengan cita-cita awalnya, yakni deregulasi secara signifikan.
Sebagaimana diketahui, saat ini ada tiga PP turunan UU Cipta Kerja yang terbit berkaitan dengan izin AMDAL, yakni PP Nomor 5 Tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Perizinan Berusaha Berbasis Risiko, PP Nomor 22 Tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup serta PP 23 Tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Kehutanan.
Banyaknya aturan turunan ini, menurut Bhima, justru menambah gemuk regulasi. Ia juga membenarkan bahwa birokrasi yang rumit itu mempengaruhi minat investasi.
Bhima menyebut, terbitnya UU Cipta Kerja justru hampir tidak berpengaruh banyak terhadap realisasi investasi.
"Proses birokrasinya menyesuaikan dengan regulasi turunan UU Cipta Kerja. Jadi lebih rumit," kata Bhima.
Editor : Ali Masduki