get app
inews
Aa Text
Read Next : Filosofi Maskot Kebanggaan Jawa Timur dalam Gelaran Pekan Olahraga Provinsi

Bhre Pamotan Raja Majapahit yang Hilang Ingatan dan Mati Tenggelam, Begini Kisah Tragisnya!

Minggu, 30 Juli 2023 | 17:31 WIB
header img
Ilustrasi kekuasaan Kerajaan Majapahit. Foto: Ist

LUMAJANG, iNews.id - Setelah Perang Paregreg (1404-1406 Masehi), situasi politik di Kerajaan Majapahit mengalami pergolakan yang berkepanjangan.

Pertempuran antara Wikrawardhana atau Bhre Mataram (1389-1429) dengan Bhre Wirabumi (1401-1406) meninggalkan situasi kekuasaan yang tidak stabil. 

Pemancungan kepala Wirabumi menyebabkan konflik, perseteruan, dan intrik politik yang terus berlangsung di pusat kekuasaan Majapahit. Benturan antara kerabat berlangsung tanpa henti.

Bahkan Dyah Wijayakumara atau Sri Rajasawarddhana alias Bhre Pamotan (1451-1453 Masehi) yang naik takhta sebagai penguasa berikutnya mengalami peristiwa tragis yang menyedihkan. 

"Tidak sampai dua tahun berkuasa, di tengah konflik perebutan kekuasaan dengan putra-putra Sri Prabu Kertawijaya, Sri Rajasawarddhana kehilangan ingatannya," seperti yang dikutip dari buku Atlas Wali Songo (2016).

Dyah Wijayakumara Bhre Pamotan naik tahta setelah menggantikan Sri Prabu Kertawijaya atau Bhre Tumapel (1447-1451) yang tewas terbunuh. Menurut kitab Pararaton, jenazah Kertawijaya didarmakan di Kertawijayapura, yaitu sebuah makam tua di samping makam putri Campa, Darawati, istri Sri Prabu Kertawijaya. 

Bhre Pamotan dinobatkan sebagai Raja Majapahit di Keling-Kahuripan, yang terletak di pedalaman Daha Kediri.

Penobatan Bhre Pamotan mencurigakan karena statusnya hanya sebagai menantu Sri Prabu Kertawijaya. Bhre Pamotan memerintah Majapahit secara singkat, dan tak lama setelah itu tiba-tiba mengalami hilang ingatan.

Sebuah peristiwa tragis terjadi saat acara untuk menghibur raja. Bhre Pamotan berada di atas perahu yang mengarungi tengah segara (lautan), tiba-tiba kehilangan kendali dan akhirnya tenggelam. "Ia melompat dan mati tenggelam," seperti yang dikutip dari Atlas Wali Songo.

Peristiwa kematian Raja Majapahit Bhre Pamotan yang tenggelam di segara menyebabkan namanya menjadi Bhre Pamotan Sang Sinagara (Bhre Pamotan yang melempar diri ke segara), dan abu jenazahnya dicandikan di Sepang.

Bhre Pamotan meninggalkan empat orang putra dan seorang puteri, yaitu Bhre Kahuripan, Bhre Mataram, Bhre Pamotan, Bhre Kretabhumi, dan Parameswari Lasem.

Setelah kematian Bhre Pamotan, Kerajaan Majapahit mengalami masa tanpa raja selama tiga tahun (1453-1456 Masehi) sebelum Bhre Wengker naik tahta pada tahun 1456 Masehi. 

Bhre Wengker mengambil gelar Hyang Purwasisesa dan meneruskan kebijakan ayahandanya dengan memberikan kedudukan penting kepada kerabat-kerabatnya yang beragama Islam.

Selama masa pemerintahan Hyang Purwasisesa, Raden Patah, saudara lain dari pihak ibu, diangkat menjadi Pecat Tandha di Bintara, di bawah Adipati Demak Lembu Sora. 

Sementara Raden Kusen, putra Arya Damar, diangkat menjadi Pecat Tandha di Terung, dan Bhattara Katong, saudara lain yang beragama Islam, menjadi raja di Wengker (Ponorogo). 

Raden Paku, yang merupakan Bhre Wirabumi, diangkat menjadi raja muda di Giri dengan gelar Prabu Satmata. Kelak Raden Patah, yang menahbiskan diri sebagai Sultan Demak, menggulingkan kekuasaan Kerajaan Majapahit.

Hyang Purwasisesa memerintah selama sepuluh tahun dan meninggal pada tahun 1466 Masehi, dan didarmakan di Puri, seperti yang dikutip dari Atlas Wali Songo.

Editor : Sazili MustofaEditor Jakarta

Follow Whatsapp Channel iNews untuk update berita terbaru setiap hari! Follow
Lihat Berita Lainnya
iNews.id
iNews Network
Kami membuka kesempatan bagi Anda yang ingin menjadi pebisnis media melalui program iNews.id Network. Klik lebih lanjut