get app
inews
Aa Read Next : Nelayan Sambut Gembira Program Penghapusan Kredit Macet Ganjar

Perusahaan Milik Susilo Wonowidjojo Bisa Dituntut Membayar Kredit Macet PT HSI Rp232 Miliar

Rabu, 09 Agustus 2023 | 18:04 WIB
header img
Guru besar hukum bisnis Universitas Gajah Mada (UGM), Prof. Dr. Nindyo Pramono,S.H.,M.S menjadi saksi ahli persidangan kasus kredit macet OCBC NISP di Pengadilan Negeri Sidoarjo, Jawa Timur, Rabu (09/8/2023). Foto: iNewsSurabaya.id/Ali Masduki

SIDOARJO, iNewsSurabaya.id - Perusahaan milik Susilo Wonowidjojo, yakni PT Hari Mahardika Usaha (HMU) bisa dituntut membayar kredit macet PT Hair Star Indonesia (HSI) senilai Rp 232 miliar kepada Bank OCBC NISP. Hal ini seiring kewajiban tanggung renteng antara pemegang saham, komisaris dan direksi perusahaan produsen rambut palsu asal Sidoarjo itu.

Kuasa Bank OCBC NISP, Hasbi Setiawan mengatakan Susilo Wonowidjojo selaku tergugat 1 turut secara tanggung renteng bersama pemegang saham lainnya, termasuk komisaris dan direksi PT HSI wajib membayar utang kredit kepada Bank OCBC NISP. Seluruhnya dapat dimintai pertanggung jawaban sampai dengan harta pribadinya.

“Tanggung jawab secara tanggung renteng ini sesuai dengan Pasal 3 ayat 2 (b) UU Perseroan Terbatas tahun 2007, bahkan mantan pemegang saham tersebut dapat dimintai pertanggung jawaban sampai dengan harta pribadinya jika sewaktu yang bersangkutan masih sebagai pemegang saham, terbukti melanggar prinsip Piercing the Corporate Veil (PCV),” kata Hasbi saat persidangan kasus kredit macet di Pengadilan Negeri Sidoarjo, Jawa Timur, Rabu (09/8/2023).

Persidangan dipimpin oleh Ketua Majelis Hakim PN Sidoarjo, Moh. Fatkan SH, M.Hum,  menghadirkan Guru besar hukum bisnis Universitas Gajah Mada (UGM), Prof. Dr. Nindyo Pramono,S.H.,M.S sebagai saksi ahli.

Dalam kesaksiannya, Prof. Nindyo mengatakan terkait PCV, ada dua dokrin terkait yakni pertama, adanya suatu perbuatan hukum membebankan tanggung jawab pada para pengurus korporasi, para direksi dan para pemegang saham yang seharusnya kebal dari tanggung jawab dimaksud, dan kedua yaitu adanya perbuatan melawan hukum. Jika dicermati maka terdapat hubungan sebab akibat yang memicu diterapkannya doktrin PCV.

“Para pengurus perseroan yang sebenarnya kebal dari tanggung jawab, menjadi tidak kebal dan malah memikul beban tanggung jawab, akibat dari suatu perbuatan melawan hukum yang dilakukan oleh perseroan. Maka faktor perbuatan melawan hukum ini dianggap menjadi faktor utama yang memicu diterapkannya doktrin PCV,” kata Prof Nindyo.

Editor : Ali Masduki

Follow Whatsapp Channel iNews untuk update berita terbaru setiap hari! Follow
Lihat Berita Lainnya
iNews.id
iNews Network
Kami membuka kesempatan bagi Anda yang ingin menjadi pebisnis media melalui program iNews.id Network. Klik lebih lanjut