Bagi NU, Belanda dan Jepang kehilangan legitimasi kekuasaan. Kedatangan Belanda yang didukung oleh pasukan Sekutu dipandang sebagai agresi terhadap kekuasaan Islam yang sah, yaitu pemerintahan Republik Indonesia. Oleh karena itu, bagi NU, satu-satunya pilihan adalah mendukung Republik dan mengusir pasukan Sekutu, tanpa memedulikan risiko.
KH Hasyim Asyari mengeluarkan fatwa yang menolak kembalinya kekuasaan kolonial dan mengakui pemerintahan Republik Indonesia yang baru merdeka, sesuai dengan ajaran Islam.
Dengan tekad yang tak kenal lelah dalam perjuangannya, Kiai Hasyim berhasil ditinggikan statusnya menjadi Pahlawan Nasional oleh Presiden Soekarno melalui Keputusan Presiden nomor 249 tahun 1945.
Sebelumnya, Nahdhatul Ulama (NU) telah membentuk sebuah milisi yang mendapatkan pelatihan militer dari pihak Jepang, berkat usaha yang digerakkan oleh KH Hasyim Asyari. Kelompok ini dikenal sebagai Laskar Hizbullah, yang juga menjadi semangat yang ditekankan melalui Resolusi Jihad NU.
Dalam karya "NU: Tradisi, Relasi-Relasi Kuasa, Pencarian Wacana Baru" (1994) karya Martin van Bruinessen, dijelaskan bahwa pada tanggal 21 dan 22 Oktober 1945, perwakilan dari berbagai cabang NU di seluruh Jawa dan Madura berkumpul di Surabaya. Mereka dengan tegas menyatakan perjuangan kemerdekaan sebagai bentuk jihad (perang suci) melawan penjajah.
Editor : Vitrianda Hilba SiregarEditor Jakarta