Dalam Masyarakat banyak ditemukan perkawinan campuran yaitu perkawinan antara warga negara Indonesia dengan warga negara asing dan perpindahan warga negara Indonesia menjadi warga negara asing. Permasalahan hukum terjadi Ketika ada peristiwa hukum kematian yang memiliki akibat hukum pewarisan atas harta peninggalan yang meninggal tersebut beruma tanah dengan status Hak Milik dan terdapat ahli waris warga negara asing.
Berdasarkan hukum pasal 830 KUH Perdata pewarisan baru terjadi karena kematian dan yang berhak menjadi ahli waris adalah para keluarga sedarah diantara pewaris dengan ahli waris kecuali suami atau istri yang hidup terlama menjadi ahli waris karena hubungan hukum perkawinan.
Pada dasarnya semua orang yang memiliki hubungan darah dengan pewaris termasuk istri atau suami yang hidup terlama adalah ahli waris kecuali orang yang dianggap tidak patut/pantas menjadi ahli waris. Mereka yang dianggap tidak pantas atau patut sebagai ahli waris berdasarkan Pasal 838 KUHPerdata dan Pasal 173 Kompilasi Hukum Islam tersebut adalah:
Mereka yang telah dijatuhi hukuman karena membunuh atau mencoba membunuh orang yang meninggal itu;
Mereka yang dengan putusan Hakim pernah dipersalahkan karena dengan fitnah telah mengajukan tuduhan terhadap pewaris, bahwa pewaris pernah melakukan suatu kejahatan yang diancam dengan hukuman penjara lima tahun atau hukuman yang lebih berat lagi;
Mereka yang telah menghalangi orang yang telah meninggal itu dengan kekerasan atau perbuatan nyata untuk membuat atau menarik kembali wasiatnya;
Mereka yang telah menggelapkan. memusnahkan atau memalsukan wasiat orang yang meninggal itu.
Pembagian harta waris diatur dalam Pasal 852 KUHPerdata yang yang pada intinya menyatakan, bahwa orang-orang pertama yang menurut undang-undang berhak untuk menerima warisan adalah anak-anak dan suami atau istri hidup terlama. Bagian yang diterima oleh mereka adalah sama besar antara satu yang lainnya. Tidak ada perbedaan antara laki-laki dan perempuan, dan juga tidak ada perbedaan antara yang lahir pertama kali dengan yang lahir berikutnya.
Dalam waris islam pembagian harta waris memiliki aturan tersendiri dimana terdapat perbedaan porsi pembagian harta antara laki-laki dan Perempuan, dan setiap ahli waris menerima porsi bagian yang berbeda sesuai dengan hak mereka berdasarkan fikih islam.
Dari penjelasan tersebut diatas, baik dari sisi Hukum perdata maupun Hukum islam dapat ditarik kesimpulan bahwa pada prinsipnya semua ahli waris berhak atas warisan untuk bagian yang sama besar, tanpa membedakan jenis kelamin maupun kewarganegaraan dari ahli waris kecuali orang orang yang dinyatakan tidak patut atau pastas menjadi ahli waris. Jadi meskipun ahli waris adalah seorang Warga Negara Asing (WNA) yang disebabkan perkawinan campuran maupun pindah kewarganegaraan, ahli waris tersebut tetap berhak untuk menerima warisan dari pewaris yang berkewarganegaraan Indonesia (WNI).
Namun demikian, perlu diperhatikan jika harta warisnya berupa tanah dengan status hak milik. Jika harta peninggalanya berupa hak milik, maka untuk ahli waris yang berstatus warga negara asing tidak dapat menjadi pemilik atas objek waris yang berupa tanah hak milik sebab, berdasarkan Pasal 21 ayat (1) Undang Undang Nomor 5 tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria (UUPA), Hanya warga Negara Indonesia dapat mempunyai hak milik.
Peraturan bahwa hanya Warga Negara Indonesia yang boleh memiliki hak milik bersifat imperative, menutup akses bagi warga negara asing untuk memilikinya. Tetapi larangan krepemilikan larangan tersebut tidak menghilangkan hak warga negara asing untuk mendapatkan hak warisnya. Jalan keluar bagi warga negara asing yang memperoleh waris berupa tanah hak milik diatur dalam Pasal 21 ayat (3) UUPA yang menyatakan:
“Orang asing yang sesudah berlakunya undang-undang ini memperoleh hak milik karena pewarisan tanpa wasiat atau pencampuran harta karena perkawinan, demikian pula warga negara Indonesia yang mempunyai hak milik dan setelah berlakunya undang-undang ini kehilangan kewarganegaraannya wajib melepaskan hak itu dalam jangka waktu satu tahun sejak diperolehnya hak tersebut atau hilangnya kewarganegaraan itu. Jika sudah jangka waktu tersebut lampau hak milik itu dilepaskan, maka hak tersebut hapus karena hukum dan tanahnya jatuh pada negara, dengan ketentuan bahwa hak-hak pihak lain yang membebaninya tetap berlangsung.”
Jadi berdasarkan pasal 21 ayat (3) UUPA warga asing tetap berhak untuk mendapatkan pembagian waris atas tanah hak milik, namun undang-undang memberikan batasan dalam jangka waktu satu tahun untuk melepaskan haknnya tersebut. Jangka waktu satu tahun ini diberikan oleh undang-undang untuk memberikan kesempatan kepada warga negara asing untuk mengalihkan haknya kepada warga negara Indonesia misalkan melalui jual beli, atau pada prakteknya dalam Masyarakat biasanya si warga negara asing tersebut mendapatkan pergantian uang dari ahli waris lainya.
Namun jika si warga negara asing ingin tetap memanfaatkan tanah tersebut untuk kepentinganya di Indonesia, dia dapat melepaskan hak tersebut kepada negara dan kemudian mengajukan permohonan ke Badan Pertanahan Nasional untuk mendapatkan Hak Pakai atas tanah tersebut selama jangka waktu tertentu atau selama tanahnya dipergunakan untuk keperluan yang tertentu. Bagi warga negara asing hanya hak pakailah yang dapat dia miliki untuk hak hak atas tanah yang lain tertutup bagi warga asing, Dalam undang undang agraria peluang orang asing untuk mendapatkan hak atas tanah hanya pada hak pakai tidak hak hak atas tanah yang lain, dengan syarat menurut Pasal 42 UUPA siawarga asing tersebut berkedudukan di Indonesia.
Penulis : Sujianto, SH, M.Kn
Kantor Hukum Oktavianto & Associates
Jalan Patua Nomor 21-C, Kota Surabaya
Kontak telpon/ WhatsApp : 0877-2217-7999
Email : [email protected]
Editor : Arif Ardliyanto