SURABAYA, iNewsSurabaya.id - Pemerintah Kota Surabaya memberikan sanksi tegas kepada 24 pengembang perumahan yang melanggar kewajiban penyerahan prasarana, sarana, dan utilitas umum (PSU). Dalam Perda 7/2010, ketentuan ini diatur dengan jelas, namun, beberapa pengembang terbukti belum melaksanakan kewajibannya.
Kepala DPRKPP Kota Surabaya, Irvan Wahyudrajad, mengungkapkan bahwa ketentuan PSU sangat vital untuk tata ruang kota. Hal ini mencakup penyediaan ruang untuk fasilitas umum dan sosial, seperti jalan, drainase, sarana pendidikan, keagamaan, dan lainnya.
Penyerahan PSU menjadi kunci untuk mengatasi masalah genangan dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Irvan menegaskan bahwa penyerahan PSU tidak boleh dianggap enteng, mengingat PSU yang diterima oleh Pemkot Surabaya tidak boleh terlantar atau rusak.
Sanksi administrasi yang diberlakukan mencakup pengumuman kepada media massa, yang dapat berdampak serius pada reputasi pengembang. Dengan proyek mereka yang terancam dan kota yang terhambat, pihak berwenang menegaskan bahwa penyerahan PSU harus segera dilakukan. Bagi yang enggan, sanksi lebih lanjut bisa mengancam kelanjutan proyek mereka.
”Jadi, memang sesuai dengan perda itu, ada tiga yang wajib menyerahkan PSU ke pemkot. Pertama adalah pengembang perumahan dan permukiman, kedua kawasan perdagangan, dan terakhir kawasan industri. Masing-masing berbeda aturan soal apa saja yang masuk dalam kriteria PSU yang disediakan dan diserahkan,” kata Irvan.
Menurutnya, pengembang perumahan dan permukiman, misalnya, wajib menyediakan ruang untuk fasum dan fasos minimal 30–41 persen. Tergantung seberapa besar luasan area yang sedang digarap untuk proyek itu. Fasum dan fasos tersebut berupa jalan, jaringan drainase, sarana pendidikan, keagamaan, dan lainnya.
Kawasan perdagangan dengan kawasan pengembangan 3–25 hektare wajib menyediakan PSU seluas 20 persen dari ukuran tanah total. Untuk luas lahan lebih dari 25 hektare, alokasi PSU mencapai 40 persen. Sedangkan kawasan industri dan pergudangan terpadu wajib menyediakan PSU 22–30 persen dari keseluruhan luas lahan.
”Untuk batas waktu penyerahannya bisa dilakukan setelah 30 persen proyek terealisasi. Karena itu, kami berupaya agar pengembang kawasan tersebut segera melimpahkan PSU miliknya. Jika tidak, ada sanksi yang bisa dikenakan ke mereka,” papar mantan kepala Dinas Perhubungan (Dishub) Surabaya itu.
Irvan memastikan bahwa PSU itu sangat erat kaitannya dengan tata ruang kota. Misalnya untuk penanganan banjir, maka tidak bisa hanya dilakukan pada satu kawasan. Karena satu sama lain drainase itu berkaitan.
Ia mencontohkan, bila ada jalan, harus dilengkapi drainase yang bisa merampungkan masalah genangan di satu kawasan. Namun, banyak yang terjadi, saluran tidak bisa digarap karena belum diserahkan ke pemkot sehingga akan memperlambat proses perencanaan dan penanganan genangan tersebut.
”Karena itu, penyerahan PSU juga tidak sembarangan. Dalam Perda 7/2010 diatur bahwa PSU tidak boleh dalam keadaan terlantar dan rusak saat diserahkan. Perbaikan perlu dilakukan dulu oleh pemilik,” terangnya.
Selain itu, Irvan juga memastikan bahwa PSU itu juga dimanfaatkan untuk kesejahteraan masyarakat. Misalnya dengan memanfaatkan fasum sebagai kebun terpadu. Atau sarana pendukung bagi kepentingan umum, misalnya fasilitas kesehatan dan olahraga.
“Oleh karena itu, kita meminta kepada semua pengembang yang belum menyerahkan PSU-nya untuk segera melakukan penyerahan. Sebab, sesuai peraturan ada sanksi-sanksi yang bisa diterapkan kepada mereka jika tidak segera menyerahkan PSU tersebut,” pungkasnya
Editor : Arif Ardliyanto