MOJOKERTO, iNewsSurabaya.id - Dalam sidang lanjutan kasus dugaan penggelapan dengan terdakwa Herman Budiyono, Jaksa Penuntut Umum (JPU) menghadirkan tiga ahli di Pengadilan Negeri (PN) Mojokerto, Kamis (7/11/2024). Ketiga ahli tersebut adalah Prof. Dr. Sadjijono SH, MHum (ahli pidana), Agus Widyantoro SH, MH (ahli perdata), dan Handriono SE, SH, MH, AK, CPA, BKp (ahli auditor). Keterangan mereka justru semakin memperkuat pembelaan pihak terdakwa.
Michael SH, MH, CLA, CTL, CCL selaku kuasa hukum Herman Budiyono, menegaskan bahwa keterangan para ahli justru membuktikan bahwa kliennya tidak melakukan tindak pidana. Ia berargumen, jika perkara ini dilihat secara hukum, seharusnya masuk ranah keperdataan, bukan pidana.
Dalam persidangan, Michael mengutip keterangan Prof. Dr. Sadjijono, ahli pidana dari Universitas Bhayangkara (Ubara). Menurut Sadjijono, dugaan penggelapan dalam jabatan harus dibuktikan dengan unsur-unsur konkret, seperti perbuatan yang dilakukan dan jumlah kerugian yang dialami pelapor. Namun, hingga tahap persidangan saat ini, JPU belum bisa menghadirkan bukti konkret mengenai jumlah kerugian tersebut.
"Sejak penyidikan hingga persidangan, jaksa belum mampu menunjukkan secara jelas dan konkret kerugian yang dialami pelapor. Jadi, di mana letak perbuatan pidananya jika tidak ada bukti nyata kerugian?" ujar Michael.
Menariknya, ahli perdata yang dihadirkan justru memperkuat bahwa perkara ini lebih cocok dikategorikan sebagai masalah keperdataan. Agus Widyantoro menjelaskan, perkara ini berkaitan dengan prosedur pendirian Commanditaire Vennootschap (CV) dan operasionalnya. Menurutnya, masalah yang terjadi lebih kepada interpretasi norma keperdataan, bukan pelanggaran hukum pidana.
“Ahli perdata menyampaikan bahwa fungsi normatif CV bisa berbeda dalam praktiknya. Ini jelas masuk dalam ranah keperdataan, bukan pidana,” tegas Michael.
Michael juga menyoroti keterangan ahli auditor, Handriono, yang menurutnya mengejutkan. Dalam persidangan terungkap bahwa ahli auditor tersebut tidak melakukan audit independen terhadap kasus ini, melainkan hanya menilai alat bukti yang diserahkan oleh penyidik.
“Jika seorang ahli tidak melakukan audit, maka bagaimana ia bisa disebut sebagai auditor? Keterangan yang diberikan menjadi kurang bernilai sebagai bukti,” ungkap Michael.
Editor : Arif Ardliyanto