SURABAYA, iNewsSurabaya.id - Perayaan Imlek, yang telah berlangsung selama ribuan tahun, bukan hanya momen penting bagi masyarakat Tionghoa di Indonesia, tetapi juga menjadi simbol perayaan lintas budaya yang kaya akan sejarah dan filosofi.
Dosen Ilmu Sejarah Universitas Airlangga (UNAIR), Shinta Devi Ika Santhi Rahayu, S.S., M.A., mengungkapkan berbagai dimensi menarik dari perayaan Tahun Baru Imlek di Indonesia.
Shinta menjelaskan bahwa perayaan Imlek berakar dari tradisi pertanian masyarakat Tiongkok kuno yang menyambut musim semi sebagai awal kehidupan baru.
"Tradisi ini sudah ada jauh sebelum agama-agama tertentu muncul. Masyarakat Tiongkok yang mayoritas petani menyambut musim semi sebagai simbol harapan dan keberuntungan," jelasnya.
Terkait sejarah Imlek Indonesia, ia juga membandingkan perayaan Imlek di masa Orde Baru dan era Reformasi. Di masa Orde Baru, perayaan Imlek sangat terbatas dan dilarang di ruang publik. Namun, di era Reformasi, khususnya pada masa pemerintahan Presiden Abdurrahman Wahid (Gus Dur), Imlek diakui secara nasional dan ditetapkan sebagai hari libur resmi.
Salah satu keunikan Imlek di Indonesia adalah inklusivitasnya. Tradisi ini telah diadopsi dan dirayakan oleh berbagai etnis di Indonesia.
"Tradisi bagi-bagi angpao, misalnya, kini juga kita temukan dalam perayaan Idul Fitri. Makanan khas Imlek seperti mie panjang umur dan kue keranjang juga telah menjadi bagian dari tradisi kita bersama," tutur Shinta.
Ia menambahkan, banyak simbol Imlek yang diadopsi luas, seperti barongsai yang kini dimainkan berbagai etnis, dan pernak-pernik Imlek yang dijual oleh berbagai kalangan.
"Ini menunjukkan keterbukaan masyarakat Indonesia terhadap budaya Tionghoa," ucapnya.
Editor : Ali Masduki