get app
inews
Aa Text
Read Next : Gelar Rakernas V di Surabaya, Peradi SAI Siapkan Anggota Melek AI

Seminar Nasional UMM, RUU KUHAP Dinilai Berpotensi Ganggu Sistem Peradilan dan HAM

Jum'at, 31 Januari 2025 | 10:50 WIB
header img
Para pembicara saling jabat tangan usai Seminar Nasional di Fakultas Hukum Universitas Muhammadiyah Malang (UMM). Foto/iNewsSurabaya

SURABAYA, iNewsSurabaya.id - Seminar Nasional di Fakultas Hukum Universitas Muhammadiyah Malang (UMM) menyoroti kekhawatiran akan implikasi perluasan kewenangan Jaksa dalam Revisi Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP). 

Salah satu audiens, Aulia, menanyakan potensi konflik kewenangan antara Jaksa dan Kepolisian, serta dampaknya terhadap sistem peradilan pidana terpadu di Indonesia.

Aulia mempertanyakan dasar hukum perluasan kewenangan Jaksa untuk melakukan penyidikan. Ia merujuk pada Peraturan Pemerintah No. 27 Tahun 1983 Pasal 17 yang tidak memberikan kewenangan atribusi penyidikan kepada Jaksa, berbeda dengan RUU KUHAP Pasal 6 yang membuka peluang tersebut. 

"Pernyataan ini membuka peluang bagi Jaksa untuk melakukan penyidikan di luar institusi Polri, yang berpotensi menimbulkan tumpang tindih kewenangan," ungkap Aulia.

Pertanyaan kedua Aulia terkait potensi pelemahan sistem peradilan pidana terpadu jika Jaksa diberi kewenangan menerima laporan masyarakat dan melakukan penyidikan.

Prof. Dr. Deni SB Yuherawan, S.H., M.S., Dosen FH Universitas Trunojoyo Madura yang menjadi pembicara, memberikan tanggapan tegas. 

"Yang dirugikan bukan hanya penyidik atau jaksa, tetapi sistem peradilan pidana secara keseluruhan. Hak asasi manusia bisa terganggu karena persoalan kewenangan yang tidak jelas," jelasnya.

Prof. Deni menekankan pentingnya kejelasan dan kepastian hukum. "Hukum harus clear and precise, kewenangan harus limitatif. Jangan sampai kita terjebak dalam perebutan kewenangan yang tak jelas arah tujuannya," tegasnya. 

Ia khawatir, kewenangan yang tidak dibatasi dengan jelas dapat mengganggu peradaban bangsa. "Jangan biarkan kewenangan kemana-mana. Kalau satu, ya satu. Jangan ada frasa ‘Dan lain-lain’ yang membuat kewenangan itu kabur dan tidak terarah," tambahnya.

Prof Deni juga mengkritik beberapa kelemahan dalam KUHAP yang berlaku saat ini, mengingatkan perlunya kajian mendalam RUU KUHAP sebelum disahkan. Ia juga menyoroti pentingnya membedakan tindak pidana di peradilan umum dan militer, serta memahami esensi pasal penyertaan dalam tindak pidana agar tidak menimbulkan interpretasi yang salah.

"Pada akhirnya, kewenangan itu adalah amanah, tugas dan kewenangan yang diberikan untuk kemaslahatan bersama," tutup Prof. Deni.

Seminar ini menjadi forum diskusi yang penting di tengah polemik RUU KUHAP. Para akademisi dan praktisi hukum sepakat bahwa sistem peradilan pidana Indonesia perlu dibangun dengan dasar yang jelas dan terstruktur untuk menjaga integritas dan efisiensi penegakan hukum.

Editor : Ali Masduki

Follow Whatsapp Channel iNews untuk update berita terbaru setiap hari! Follow
Lihat Berita Lainnya
iNews.id
iNews Network
Kami membuka kesempatan bagi Anda yang ingin menjadi pebisnis media melalui program iNews.id Network. Klik lebih lanjut