Ribuan Mahasiswa Surabaya Kepung DPRD Jatim, Tuntut Hentikan Efisiensi Anggaran Pendidikan

SURABAYA, iNEWSSURABAYA.ID – Ribuan mahasiswa dari berbagai universitas di Surabaya menggelar aksi demonstrasi besar-besaran di depan Gedung DPRD Jawa Timur (Jatim) pada Senin siang. Aksi ini dimulai dengan long march menuju gedung DPRD Jatim di Jalan Indrapura, sekitar pukul 13.03 WIB.
Para mahasiswa yang terdiri dari elemen organisasi mahasiswa seperti Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PMII), Gerakan Mahasiswa Nasional Indonesia (GMNI), Himpunan Mahasiswa Islam (HMI), serta kelompok mahasiswa lainnya, tampak mengibarkan bendera dan membawa keranda bertuliskan “Indonesia Gelap” sebagai simbol protes terhadap kebijakan pemerintah yang dinilai merugikan sektor pendidikan.
Dalam aksi tersebut, mahasiswa menuntut agar pemerintah membatalkan efisiensi anggaran di sektor pendidikan, yang mereka anggap mengancam masa depan bangsa menuju Indonesia Emas 2045. Para demonstran mengkritik kebijakan efisiensi anggaran yang dinilai akan merugikan kualitas pendidikan dan investasi untuk generasi mendatang.
Koordinator aksi, Aulia Thaariq Akbar, yang juga Ketua Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) Universitas Airlangga (Unair), menyatakan, “Jika anggaran pendidikan dipotong, yang paling dirugikan adalah mahasiswa dan calon mahasiswa yang ingin melanjutkan pendidikan tinggi.”
Selain menuntut pembatalan efisiensi anggaran pendidikan, para mahasiswa juga mendesak pemerintah untuk memperhatikan hak-hak dosen yang belum dipenuhi. Mereka menuntut agar Tunjangan Kinerja (Tukin) bagi dosen ASN segera dibayarkan dan memastikan kesejahteraan tenaga pendidik yang selama ini dianggap terlupakan.
Selain itu, para demonstran juga menuntut agar program Makan Bergizi Gratis (MBG) yang diluncurkan pemerintah ditinjau ulang, dengan memperhatikan efektivitas, transparansi, dan dampak kebijakan terhadap kesejahteraan masyarakat luas. Mereka juga menolak kebijakan penerbitan Izin Usaha Pertambangan (IUP) di lingkungan kampus yang dianggap merusak independensi perguruan tinggi serta berpotensi mencemari lingkungan akademik.
Aksi ini turut menyoroti pembangunan Ibu Kota Nusantara (IKN) yang dianggap tidak sesuai dengan kepentingan rakyat. Para mahasiswa menuntut agar Instruksi Presiden (Inpres) Nomor 1 Tahun 2025 yang mendukung pembangunan IKN dicabut. Mereka juga mengkritik dwi fungsi TNI yang dianggap mengkhianati cita-cita reformasi, dengan TNI yang kini terlibat dalam jabatan-jabatan sipil.
Aksi Ricuh dan Negosiasi dengan DPRD Jatim
Aksi tersebut sempat ricuh ketika mahasiswa membakar keranda dan beberapa banner sebagai simbol protes. Petugas berupaya memadamkan api, namun hal tersebut memicu kemarahan mahasiswa yang mulai melemparkan botol ke arah petugas.
Tuntutan mahasiswa semakin tinggi, mereka meminta agar Ketua DPRD Jatim, Musyafak, menemui mereka secara langsung. Setelah negosiasi panjang, akhirnya Musyafak datang dan menyampaikan bahwa ia akan membawa tuntutan mahasiswa ke pemerintah pusat. Meski demikian, para mahasiswa tetap meminta agar ada komunikasi langsung dengan Presiden Prabowo Subianto atau pejabat pemerintah lainnya, yang sayangnya ditolak.
Massa yang tidak puas dengan hasil negosiasi tetap mendesak agar Musyafak melakukan komunikasi langsung dengan Presiden atau pejabat terkait. Namun, Musyafak mengaku tidak memiliki kontak langsung dengan Presiden dan menolak untuk menghubungi melalui telepon. Hal ini semakin memicu emosi mahasiswa yang merasa bahwa tuntutannya tidak mendapatkan perhatian yang serius.
Aksi demonstrasi ini menggambarkan ketidakpuasan yang mendalam terhadap kebijakan pemerintah yang dianggap mengabaikan sektor pendidikan dan kesejahteraan dosen. Mahasiswa yang membawa berbagai spanduk dengan tulisan protes seperti “Batalkan Efisiensi Anggaran Pendidikan”, “Prabowo Impoten”, dan “Pak Prabowo Kami Butuh Pendidikan Gratis Bukan Makan Siang Gratis”, menuntut agar suara mereka didengar, bukan hanya oleh perwakilan pemerintah, namun langsung oleh Ketua DPRD Jatim.
Aksi ini mencerminkan semangat mahasiswa dalam memperjuangkan hak-hak pendidikan dan kesejahteraan tenaga pendidik di Indonesia. Dengan tuntutan yang jelas, mahasiswa berharap agar pemerintah mendengar suara mereka dan berkomitmen untuk menjaga kualitas pendidikan serta lingkungan kampus yang bebas dari pengaruh negatif kebijakan ekstrim seperti penerbitan IUP dan pembangunan IKN.
Editor : Arif Ardliyanto