Hubungan Kerajaan Surabaya dan Mataram, Fakta Sejarah yang Jarang Diketahui, Ada Kisah Intrik Istana

SURABAYA, iNEWSSURABAYA.ID – Sejarah Surabaya menyimpan banyak kisah menarik yang tak pernah habis untuk dikupas. Salah satunya adalah hubungan erat antara Surabaya yang dahulu dikenal sebagai Kerajaan Surabaya dengan Kesultanan Mataram Islam. Ikatan politik antara dua kerajaan besar di Jawa ini terukir melalui pernikahan strategis yang sarat akan kepentingan kekuasaan.
Pada masa pemerintahan Sultan Agung, penguasa besar Kesultanan Mataram, terjadi pernikahan politis antara putra mahkota Mataram dan seorang putri dari Pangeran Pekik, bangsawan penting dari Surabaya. Pernikahan ini menjadi simbol penyatuan dua kekuatan besar di tanah Jawa, terutama setelah Mataram berhasil menaklukkan Kerajaan Surabaya.
Menurut catatan sejarah dari buku Disintegrasi Mataram: Di bawah Mangkurat I karya H.J. De Graaf, sang putra mahkota Mataram menjalani pendidikan intensif sejak usia 5 hingga 15 tahun. Ia dibesarkan oleh seorang Tumenggung tua Mataram yang bahkan dikenal oleh Gubernur Jenderal Hindia Belanda, Van Goens. Tumenggung ini dipercaya memberikan pendidikan karakter, strategi peperangan, dan nilai-nilai kepemimpinan kepada calon penerus tahta Mataram.
Intrik Istana dan Kekuatan Politik
Namun, kehidupan di istana Mataram tak lepas dari intrik dan konflik internal. Pada tahun 1637, sang putra mahkota terlibat dalam pusaran konspirasi besar di lingkungan istana. Tumenggung Danupaya dan Tumenggung Sura Agul-Agul—tokoh yang dulu turut menyerang Belanda di Batavia tahun 1629 turut menjadi bagian dari komplotan tersebut.
Desas-desus berkembang, menyebutkan bahwa sang putra mahkota menjalin hubungan terlarang dengan istri dari Tumenggung Wiraguna. Bahkan disebutkan bahwa ia menculik istri tercantik dari tokoh tersebut, memicu konflik dengan para pendukung Pangeran Alit, adik sang putra mahkota.
Editor : Arif Ardliyanto