get app
inews
Aa Text
Read Next : Penanganan Bencana di Jatim Hadapi Tantangan Berkurangnya Anggaran

Cegah Banjir di Perumahan, DPRD Surabaya Wajibkan Pengembang Sediakan Bozem

Rabu, 12 November 2025 | 17:04 WIB
header img
Wakil Ketua Komisi C DPRD Surabaya, Aning Rahmawati. (Foto : Trisna).

SURABAYA, iNewsSurabaya.id – Pembahasan Rancangan Peraturan Daerah (Raperda) Pengendalian Banjir oleh DPRD Kota Surabaya hampir mencapai tahap akhir. 

Salah satu poin penting yang dibahas dalam raperda ini adalah kewajiban pengembang atau developer dalam menyediakan kolam tampung air atau bozem sebagai bagian dari sistem pengendalian banjir di kawasan mereka.  

Wakil Ketua Komisi C DPRD Surabaya, Aning Rahmawati, mengungkapkan, pembahasan Raperda tersebut telah mencapai sekitar 80 persen dan ditargetkan rampung pada akhir November 2025.

“Setiap developer yang mau membangun itu selain menyerahkan PSU (Prasarana, Sarana, dan Utilitas Umum) sesuai Perda Penyerahan PSU, juga harus menyediakan kolam tampung serta SOP (standar operasional prosedur) pengendalian banjir,” ujar Aning, Rabu (12/11/2025).

Ia menjelaskan, sebelumnya kewajiban penyediaan tampungan air sempat dimasukkan dalam Perda Penyerahan PSU, namun ditolak oleh Pemerintah Provinsi Jawa Timur karena dinilai tidak relevan dengan substansi perda tersebut. 

Atas rekomendasi provinsi, ketentuan itu kini dialihkan ke dalam Raperda Pengendalian Banjir, yang memang lebih fokus pada mitigasi genangan dan banjir di Kota Surabaya.

“Kami tidak ingin perumahan punya bosem tapi tidak berfungsi. Banyak yang akhirnya ditutup warga karena tidak ada SOP-nya. Banjir tetap terjadi padahal pengembang sudah membuat bosem,” jelas Aning.

Aning menilai, Raperda ini akan memperkuat dasar hukum dalam pelaksanaan rekomendasi drainase yang selama ini dikeluarkan Dinas PU. Selama ini, rekomendasi tersebut hanya bersifat administratif tanpa kekuatan hukum yang mengikat, sehingga kerap diabaikan oleh pengembang.

“Makanya saya minta dimasukkan di perda supaya punya payung hukum yang kuat. Kalau ada developer yang tidak menyediakan tampungan air sesuai rekomendasi drainase, bisa disebut melanggar perda,” tegasnya.

Dalam pembahasan terakhir, muncul kesepakatan awal bahwa luas kolam tampung minimal adalah 1 persen dari total luas lahan yang dibangun. Namun, angka tersebut masih akan disesuaikan berdasarkan aplikasi dan perhitungan teknis dari Dinas PU, agar tidak memberatkan pengembang namun tetap efektif mengurangi potensi banjir.

Selain untuk kawasan baru, Raperda ini juga akan mengatur perumahan yang sudah berdiri (existing) melalui pasal peralihan. Ketentuan ini sedang dirumuskan oleh tim ahli agar tetap adil dan tidak memberlakukan aturan secara surut.

“Untuk perumahan yang sudah ada nanti akan diatur lewat pasal peralihan. Kalau yang baru mau membangun, wajib mengikuti perda ini. Aturannya tidak berlaku surut,” katanya.

Bahkan, menurut Aning, rumah pribadi atau kantor yang dibangun di atas lahan baru juga akan dikenai kewajiban memiliki tampungan air dengan ukuran tertentu.

“Semuanya masuk, baik perumahan developer, rumah pribadi, maupun kantor. Bentuknya bisa apa saja, yang penting bisa menampung air sesuai hitungan 1 persen dari luas lahan,” jelasnya.

Selain mengatur developer, Aning menambahkan, pemerintah daerah juga wajib menyediakan ruang resapan air sebagai bagian dari Rencana Tata Ruang Kota (RTRK). Ketentuan ini memperkuat implementasi Ruang Terbuka Hijau (RTH) yang selama ini sudah diatur dalam peraturan perundangan.

“Kalau di peraturan perundang-undangan kan RTH wajib 20 persen. Nah, di perda ini kita atur bahwa 30 persen dari RTH harus berfungsi sebagai ruang resapan air,” ungkapnya.

Editor : Arif Ardliyanto

Follow Whatsapp Channel iNews untuk update berita terbaru setiap hari! Follow
Lihat Berita Lainnya
iNews.id
iNews Network
Kami membuka kesempatan bagi Anda yang ingin menjadi pebisnis media melalui program iNews.id Network. Klik lebih lanjut