Video Pelukan KH Miftachul Akhyar dan Gus Yahya Viral, Isyarat Islah di Tubuh PBNU?
SURABAYA, iNewsSurabaya.id – Di tengah hangatnya polemik internal Nahdlatul Ulama (NU), sebuah momen penuh makna mendadak mencuri perhatian publik. Video yang viral di media sosial memperlihatkan Rais Aam PBNU KH Miftachul Akhyar dan Ketua Umum PBNU KH Yahya Cholil Staquf (Gus Yahya) berpelukan erat, disaksikan sejumlah kiai sepuh. Adegan itu seketika ditafsirkan sebagai sinyal islah dan meredanya ketegangan di tubuh organisasi Islam terbesar di Indonesia tersebut.
Dalam video yang beredar luas, Gus Yahya tampak memeluk KH Miftachul Akhyar dengan penuh takzim, bahkan mencium tangan sang Rais Aam. Hadir pula tokoh-tokoh senior NU, di antaranya KH Ma’ruf Amin, yang memberi nuansa kesejukan dalam pertemuan tersebut. Bagi warga Nahdliyin, momen itu menjadi harapan akan kembali utuhnya kebersamaan di lingkungan PBNU.
Namun, sebelum video tersebut menyebar, KH Miftachul Akhyar lebih dulu menerbitkan Surat Tabayun bertajuk “Menempatkan Pemberhentian Ketua Umum dalam Koridor Konstitusi Jam’iyah”. Surat yang ditandatangani di Surabaya pada 1 Rajab 1447 H atau bertepatan dengan Senin (22/12/2025) itu ditujukan untuk meluruskan berbagai persepsi publik terkait dinamika kepemimpinan PBNU.

Dalam suratnya, KH Miftachul Akhyar menegaskan bahwa keputusan pemberhentian Gus Yahya sebagai Ketua Umum PBNU bukanlah langkah personal atau sepihak. Ia menekankan bahwa seluruh proses ditempuh melalui mekanisme organisasi yang sah, sesuai Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga (AD/ART) NU.
“Saya telah mendengar, membaca, dan mempelajari dengan saksama berbagai pandangan yang berkembang di ruang publik terkait pemberhentian KH Yahya Cholil Staquf. Proses ini berlangsung melalui Rapat Harian Syuriyah PBNU pada 20 November 2025 dan dikuatkan dalam Rapat Pleno PBNU pada 9 Desember 2025,” tulis KH Miftachul Akhyar dalam surat tabayun, Selasa (23/12/2025).
Ia mengakui bahwa perbedaan pandangan merupakan hal lumrah dalam organisasi besar seperti NU. Namun, menurutnya, perbedaan tersebut harus ditempatkan secara adil dan jernih, terutama dalam membedakan antara sikap individu dan keputusan institusi.
“Penyederhanaan seolah-olah keputusan ini adalah ‘pemberhentian oleh Rais Aam’ berpotensi menimbulkan kesalahpahaman serius, bahkan tuduhan melampaui kewenangan, yang sejatinya tidak tepat jika dilihat secara utuh,” tegasnya.
KH Miftachul Akhyar kemudian memaparkan secara rinci kronologi dan tahapan konstitusional yang ditempuh. Ia menjelaskan bahwa Syuriyah PBNU menjalankan fungsi pembinaan dan pengawasan sebagaimana diatur dalam Pasal 18 AD NU, terutama terkait pelaksanaan Akademi Kepemimpinan Nasional Nahdlatul Ulama (AKN NU) dan tata kelola keuangan PBNU.
Proses tersebut dimulai dari Rapat Harian Syuriyah PBNU pada 6 Juni 2025 di Pondok Pesantren Miftachussunnah Surabaya, dilanjutkan rapat bersama Syuriyah dan Tanfidziyah PBNU di Gedung PBNU Jakarta pada 17 Juni 2025. Dalam perjalanannya, keputusan rapat tersebut disebut tidak dijalankan, karena Ketua Umum PBNU tetap melaksanakan AKN NU sesuai rencana awal.
Situasi itu berlanjut dengan diterbitkannya Surat Instruksi Rais Aam PBNU pada 25 Agustus 2025 terkait penghentian sementara AKN NU dan kerja sama PBNU dengan Center for Shared Civilizational Values (CSCV), serta permintaan laporan keuangan PBNU pada September 2025.
KH Miftachul Akhyar juga mengungkapkan bahwa upaya tabayun kepada Gus Yahya telah dilakukan dua kali, yakni pada 13 November 2025 di Surabaya dan 17 November 2025 di Ruang Rais Aam PBNU. Dalam pertemuan kedua, Gus Yahya disebut meminta mengakhiri pertemuan lebih awal dari waktu yang disediakan.
Puncaknya, Rapat Harian Syuriyah PBNU pada 20 November 2025 menghasilkan keputusan yang kemudian ditegaskan melalui Rapat Pleno PBNU pada 9 Desember 2025. Rapat Pleno yang dihadiri 118 peserta itu secara bulat menyetujui pemberhentian Gus Yahya sebagai Ketua Umum PBNU dan menetapkan KH Zulfa Mustofa sebagai Penjabat Ketua Umum hingga Muktamar ke-35 NU pada 2026.
Terkait ketidakhadirannya dalam Musyawarah Kubro di Pesantren Lirboyo, KH Miftachul Akhyar menyatakan tetap menghormati forum kultural tersebut. Namun, ia menegaskan bahwa keputusan organisasi harus tetap berpijak pada mekanisme resmi Jam’iyah.
“Semua harus kembali kepada mekanisme organisasi, karena di situlah marwah Jam’iyah Nahdlatul Ulama dijaga,” ujarnya.
Ia juga mengungkapkan bahwa pihaknya menerima utusan Musyawarah Kubro Lirboyo pada Senin (22/12/2025) pagi. Permintaan agar komunikasi tidak buntu dinilai sebagai ikhtiar positif demi menjaga kebersamaan pengurus PBNU.
Ke depan, Syuriyah PBNU berencana menyampaikan penjelasan langsung kepada para Mustasyar PBNU terkait latar belakang dan substansi keputusan organisasi tersebut. KH Miftachul Akhyar berharap tabayun ini dapat menjadi rujukan bersama demi menjaga persatuan NU.
“Semoga penjelasan ini dapat dijadikan pedoman oleh semua pihak di lingkungan Nahdlatul Ulama,” pungkasnya.
Editor : Arif Ardliyanto