Sementara itu, menanggapi upaya JPU saksi Freddy Soenjoyo yang juga pemegang saham PT Bahana Line menyampaikan tidak habis pikir mengapa dirinya dijadikan saksi yang ternyata atas permintaan keterangan pelapor Dirut PT Meratus Slamet Rahardjo.
Padahal, semua peristiwa penggelapan BBM yang melibatkan oknum karyawannya dan karyawan PT Meratus Line tidak diketahuinya.
"Saya juga heran kenapa saya sengaja dijadikan saksi ternyata hanya untuk agenda menyenangkan seseorang. Padahal saya sebagai Komisaris Utama tidak tahu urusan teknis operasional," kata Freddy Soenjoyo.
GPS menambahkan, jika perkara penggelapan BBM ini makin terang jika permainan kotor tersebut terjadi antar oknum karyawan Meratus dengan Bahana saja.
Sehingga tidak ada kaitan dengan Manajemen Bahana. Terungkap juga jika pelaporan kasus ini terjadi setelah PT Meratus punya utang Rp 50 miliar ke PT Bahana dan belum dibayarkan sampai sekarang.
"Apa yang terungkap dalam fakta persidangan selama ini, jauh berbeda. Pelaporan kasus ini terjadi setelah PT Meratus punya utang Rp 50 miliar ke PT Bahana dan belum dibayarkan sampai sekarang. Ini fakta yang terjadi saat ini," pungkasnya.
Sementaraitu, dalam sidang sebelumnya 1 saksi dari PT Meratus Line juga mengungkap fakta bahwa selama ini tidak pernah ada masalah kerjasama antara PT Meratus Line dengan PT Bahana Line soal suplai BBM.
Saksi bernama Basuki yang menjabat sebagai Manajer Bunker and Networking itu justru menjelaskan, jika suplai BBM ke bunker selama ini aman dan sudah sesuai standart operasional prosedur atau SOP. Ia memberikan keterangan bersama 6 saksi lain yang berasal dari karyawan PT Meratus.
"Saya (pengecekan) berdasarkan dokumen sudah sesuai, ada suplai report, data dari flowmeter, research for bunker dan tagihan dari vendor, sudah sesuai, maka saya menyimpulkan ya sudah sesuai," ujarnya, Kamis (26/1) malam di Pengadilan Negeri Surabaya.
Ia kembali menegaskan, pengecekan data tidak hanya dilakukan oleh dirinya. Namun, bagian purchasing dan finance atau keuangan juga turut melakukan prosedur pengecekkan. Apablia tiga bagian ini sudah melakukan pengecekan dan menganggap data sudah sesuai dan benar, maka proses pendistribusian BBM yang terjadi dianggap sudah benar.
"Jika data sudah sesuai, maka (proses) yang terjadi sudah kita anggap benar," pungkasnya.
Dikonfirmasi apakah ia pernah mendapati adanya kejanggalan dalam pendistribusian BBM selama ini? Basuki memastikan, selama dirinya bertugas, ia tidak pernah menemukan kejanggalan yang dimaksud oleh jaksa.
Ia menyatakan, sampai Januari 2022 dirinya mendapati tidak ada kejanggalan itu. Hingga akhirnya, ia dihubungi oleh atasannya untuk mengumpulkan seluruh kru bunker.
"Kita dihubungi oleh pak Osama, diminta kumpulkan tim bunker untuk briefing. Kita dikumpulkan di satu ruangan dan tidak boleh komunikasi satu sama lain. Duduk pun diberi jarak, kemudian dipisahkan ke ruangan masing-masing. Saya tahu mereka adalah auditor, ditanya jobdisk, dan ditanya apakah tahu ada penyelewengan BBM? Yang saya sampaikan saat itu saya tidak tahu ada penyelewengan. Selama saya di posisi ini saya tidak pernah tahu ada penyelewengan," katanya.
Ia lalu memjelaskan, bahwa dalam bunker suplai report (bsr), data yang tersampaikan sudah cukup lengkap dan rinci. Mulai dari kondisi tanki kapal sebelum dan sesudah suplai BBM, hingga jumlah BBM yang masih ada.
"Dalam BSR itu, data yg disampaikan cukup rinci dan detail infonya. Data mengenai kondisi tangki kapal, berapa isi tangki sebelum dan sesudah dilakukan suplai (BBM). Dalam BSR akan tertulis berapa (BBM) yang tersisa itu," tukasnya.
Editor : Ali Masduki
Artikel Terkait