Dewan sendiri, menurut Aning, masih berpatokan pada hasil kajian akademis, sebab objek kajiannya juga jelas di seluruh titik parkir yang ada di Surabaya. Kajian ini menurut dia lebih bisa dipertanggungjawabkan guna pencapaian target PAD.
Hal ini terbukti, ketika pemkot memasang target Rp 60 miliar pada tahun lalu, target itu tidak bisa tercapai. Ia pun meminta berbagai pihak agar menjalin komunikasi serius baik di Dishub hingga ke penyelenggara parkir.
"Jadi permasalahan yang krusial tidak pada manajerial parkir yang kalau sudah diganti dengan cashless otomatis sosial. Sebab merubah budaya parkirnya ini tidak mudah. Lalu, terkait perwali bagi hasil ini belum ada titik temu antara dishub dan pelaku di lapangan seperti kepala pelataran, jadi berapa yang disetor ke dishub dan ke kepala pelataran dan jukir itu tidak bisa maksimal. Persentasenya juga belum memuaskan antar pihak," urainya.
Legilastor dari Fraksi PKS ini menambahkan, dewan juga sempat mengusulkan agar retribusi ini bisa maksimal, pemkot mengkerjasamakan pengelolaan parkir ini ke pihak ketiga. Namun, hal ini harus dikaji betul sebelum dilaksanakan. Artinya persiapan dan kajiannya harus matang.
Kerja sama dengan pihak ketiga ini menurut Aning diharapkan bisa menjadi solusi dan potensi kebocoran retribusi pun bisa diantisipasi.
"Karena kalau tidak ada kebocoran, pendapatan dari retribusi ini bisa Rp 40 miliar tahun lalu. Apalagi ini hasil kajian akademisi. Makanya kemarin saya berfikir perlu ada pihak ketiga karena Qris dan cashless gak menjamin. Karena banyak faktor juga yang harus diselesaikan. Tapi ini masih harus melalui kajian dulu makanya kami usulkan," pungkasnya.
Editor : Arif Ardliyanto
Artikel Terkait