Hal itu sejalan dengan pandangan Joko Winarko, komponis sekaligus seniman yang baru meraih gelar doktor dan hadir sebagai narasumber dalam dialog budaya.
Joko menegaskan bahwa apresiasi seni tak cukup hanya berhenti pada menonton. Penonton harus ikut memahami nilai yang dibawa sebuah karya.
“Yang hilang itu bukan keseniannya, tapi makna yang semestinya kita jaga,” ujarnya.
Ia juga menilai bahwa tantangan zaman bukan alasan untuk bertahan dengan cara lama. Seniman harus berani memperbarui metode agar tetap dekat dengan generasi muda.
“Metode lama harus di-update supaya relevan. Seniman itu agen kebudayaan. Kalau tidak mengikuti perkembangan, ya bisa kalah dengan zaman, kayak angkot yang kalah sama ojek online,” katanya yang langsung disambut tawa peserta.
Dialog Budaya di Surabaya Tekankan Perlunya Filter dalam Menghadapi Budaya Asing. Foto iNewsSurabaya/amin
Acara semakin meriah ketika para seniman ludruk tampil menghibur. Candaan khas, tepuk tangan, dan interaksi spontan membuat suasana hangat sekaligus membuktikan bahwa seni tradisi tetap memiliki tempat di hati masyarakat Jawa Timur.
Kegiatan bertema “Semarak Membangun Apresiasi Masyarakat Terhadap Kesenian Tradisi” ini digelar oleh Kementerian Kebudayaan bersama Komisi X DPR RI. Melalui kegiatan ini, pemerintah berharap ada langkah nyata untuk menghidupkan kembali seni tradisi agar tetap relevan dan tidak hilang dimakan zaman.
Seiring perkembangan teknologi dan budaya populer, para seniman dan masyarakat diharapkan terus menjaga nilai-nilai yang terkandung dalam setiap karya. Karena, seperti pesan Puti, seni bukan sekadar pertunjukan—melainkan identitas yang perlu dirawat bersama.
Editor : Arif Ardliyanto
Artikel Terkait
