Dengan kepastian itu, pasutri ini pun merasa lega dan berharap ke depannya bisa menyekolahkan anak - anak hingga ke jenjang yang lebih tinggi. "Nggak seperti orang tuanya, sejak kecil hidup di jalanan. Saya nggak ingin anak - anak bernasib sama seperti orang tuanya," harap Firmansyah.
Selain Iin dan Firmansyah, ada Surati, 53, yang merasakan pahitnya hidup di kolong jembatan tol kawasan Kampung 1001 Malam. Surati hidup di hunian tak layak itu sudah 25 tahun. Kini ia telah berpindah ke rusunawa Sumur Welut bersama tiga anak perempuannya.
Senada dengan Iin dan Firmansyah, Surati pun merasa sangat nyaman tinggal di rusun. Hidupnya kini lebih layak. Terlebih, rusun yang ditinggali telah dilengkapi dengan berbagai fasilitas di dalamnya, mulai sembako, kipas angin, kasur, gas LPG 3 kilogram, hingga pekerjaan.
"Makanan juga dijamin, pagi, siang dan malam setiap hari. Kemarin anak - anak saya juga sudah didata untuk dicarikan pekerjaan yang sesuai. Kalau saya, diberi pekerjaan menjadi juru masak," kata Surati.
Surati menyebutkan, saat proses pembongkaran hunian liar di kolong jembatan tol kawasan Kampung 1001 Malam, Wali Kota Eri Cahyadi menjamin ia bersama ketiga anaknya akan hidup lebih baik ke depannya. "Kalih Pak Wali, kala wingi sampun jamin mboten usah khawatir, bakal junjung derajat anak putune (Pak Wali Kota bilang ke saya tidak usah khawatir, bakal menjunjung derajat anak dan cucu saya)," sebut Surati.
Editor : Arif Ardliyanto