Mendengar penjelasan gamblang Edi, Ketua Majelis Hakim Sutrisno sempat spontan menyebut bahwa mungkin BBM yang digelapkan itu setelah dijual ke PT Bahana Line kemudian dijual kembali oleh PT Bahana Line ke PT Meratus Line.
Edi hanya mengangguk-anggukkan kepala mendengar komentar spontan sang hakim. Isu dugaan penggelapan BBM yang menyasar pasokan BBM untuk kapal-kapal PT Meratus Line muncul setelah PT Meratus Line melaporkan ke Polda Jatim pada Februari 2022 tentang dugaan penggelapan BBM jenis MFO dan HSD yang dipasok oleh PT Bahana Line dan PT Bahana Ocean Line.
Sebulan kemudian, Maret, kasus ditingkatkan ke tahap penyidikan dan sebanyak 17 orang ditetapkan sebagai tersangka yang kini telah berstatus sebagai terdakwa.
Praktik penggelapan BBM yang dipasok oleh PT Bahana Line dan PT Bahana Ocean Line ini diduga telah berlangsung selama 7 tahun sejak 2015 hingga Januari 2022.
Kerugian yang ditanggung PT Meratus Line diperkirakan mencapai Rp 500 miliar lebih.
Dengan jumlah BBM yang digelapkan mencapai jutaan kilo liter, mustahil para terdakwa dapat menjalankan operasinya tanpa dukungan dari pihak yang memiliki sumber daya finansial serta infrastruktur memadai untuk mengangkut dan menjual kembali BBM hasil penggelapan.
Terlebih, MFO (marine fuel oil) tidak mungkin dijual ke nelayan yang menggunakan kapal-kapal yang tidak bisa mengonsumsi MFO.
Selain itu, perahu nelayan hanya bisa menampung puluhan liter saja sehingga dibutuhkan ribuan kapal nelayan untuk menampung BBM yang digelapkan dengan kisaran volume 700.000 hingga 1 juta liter per bulan.
Sebanyak 17 terdakwa sebenarnya adalah para pelaku lapangan dengan Edi Setyawan berperan sebagai penghubung antar kelompok pelaku.
Mereka terdiri dari 5 karyawan PT Bahana Line, 2 karyawan outsourcing PT Meratus Line, dan 10 karyawan PT Meratus Line.
Terdapat satu pihak di belakang mereka yang membuat praktik penggelapan dapat berlangsung lama tanpa mudah terendus dengan BBM yang digelapkan dalam jumlah yang sangat besar.
Editor : Ali Masduki