Ali menjelaskan, foto-foto yang menarik tersebut bisa diproduksi dengan kamera ponsel. Lantas bagaimana kualitasnya? Ali tidak menampik bahwa sebagus-bagusnya foto yang dihasilkan dari ponsel, tetap memiliki kekurangan jika dibandingkan dengan kamera DSLR. Terutama dari segi jangkauan dan resolusinya.
“Di sini yang saya tekankan adalah bagaimana kemudian kita memanfaatkan gadget kita ini untuk melakukan hal positif. Untuk memotret sebuah momen yang akhirnya bisa menjadikan suatu lapangan pekerjaan untuk diri kita,” tuturnya.
“Kalau untuk proyek yang komersil, ya pakailah kamera DSLR ya. Karena bagaimanapun resolusi kamera HP dengan kamera DSLR itu jauh berbeda,” imbuhnya.
Ali mengaku bangga dengan siswa-siswi SMK IPIEMS yang berhasil memeriahkan acara pangkalan visual. Menurut dia, untuk bisa menyelenggarakan acara di Mall sebesar Grand City itu bukanlah hal yang mudah.
“Ngomongin Event ini, saya pikir adalah hal yang luar biasa ya. Anak-anak SMK yang kemudian berani tampil di Mall yang sebesar Grand City ini kan tidak mudah. Beberapa kemampuan dan keterampilan yang digabungkan menjadi satu dalam event ini menjadikan event ini semakin spektakuler," ungkapnya.
Jurnalis foto ini berharap, keilmuan dan skill yang dimiliki oleh para pelajar SMK IPIEMS terus di asah. Laman sosial media setiap siswa juga diharapkan dipenuhi dengan karya-karya, baik berupa foto, video, audio visual dan lainnya. Karena selain untuk menunjukkan eksistensi, media sosial juga bisa menjadi media promosi pribadi.
"Dari situ, publik bisa melihat, sejauh apa kualitas anak esemka IPIEMS," tutupnya.
Bincang santai fotografi ponsel inipun diakhiri dengan kompetisi foto. Peserta lokakarya diberikan waktu selama 10 menit untuk hunting di area mall. Karya-karya hasil jepretan kamera ponsel itupun langsung di juri. Hanya saja, penjurian yang seharusnya dilakukan oleh Ali sebagai pemateri diserahkan ke audience. Pemenang ditentukan seberapa banyak tepuk tangan saat foto ditampilkan.
Alasannya, menjuri foto tidak bisa dilakukan seorang diri. Minimal harus ada 3 orang juri. Disisi lain, penjurian terbuka itu sebagai edukasi bahwa karya foto yang sudah di publish, baik atau tidaknya ditentukan oleh publik juga.
Editor : Ali Masduki