SURABAYA, iNewsSurabaya.id - Membludaknya emisi karbon dioksida (CO2) akibat pemanfaatan nikel sebagai bahan baku industri mengancam keberlanjutan pengolahan bijih mineral logam tersebut di masa mendatang.
Menjawab permasalahan tersebut, Guru Besar (Gubes) Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS) ke-169, Prof Sungging Pintowantoro ST MT PhD Eng, menghadirkan solusi melalui proses reduksi langsung nikel dan pemanfaatan limbah padatan nikel.
Lewat orasi ilmiahnya yang bertajuk Penguasaan Pengolahan Bijih Nikel dan Mineral Logam Lainnya untuk Mendukung Produksi Logam Dalam Negeri yang Berkelanjutan, Sungging menyampaikan keprihatinannya terhadap pengolahan bijih nikel saat ini.
“Nikel merupakan logam mineral yang pemanfaatannya sangat menjanjikan, tetapi emisi yang dihasilkan dapat merusak lingkungan,” ungkap Sungging.
Dalam penelitiannya, ia mengusung proses reduksi langsung sebagai upaya alternatif dalam memproduksi bijih nikel. Lebih rinci, proses ini dipilih guna menurunkan penggunaan energi pada pengolahan bijih yang nantinya berimbas pada emisi yang akan dihasilkan.
“Metode ini menghasilkan temperatur operasi yang lebih rendah, sehingga energi yang digunakan lebih efisien,” jelas profesor dari Departemen Teknik Material dan Metalurgi (DTMM) ITS itu.
Tak hanya lebih efisien, menurut Sungging, produk hasil reduksi langsung memiliki kandungan nikel yang lebih tinggi akibat adanya penggunaan zat aditif.
Berdasarkan penelitiannya tersebut, Sungging mendapati bahwa gas amonia merupakan salah satu zat aditif dengan efektivitas yang cukup tinggi dalam memaksimalkan kandungan nikel.
“Gas amonia juga lebih murah dibandingkan dengan gas hidrogen yang biasanya digunakan," ujar ayah dari Hanania Kirei Pintowantoro dan Yukio Timoti Pintowantoro ini.
Pada penerapannya, gas amonia akan menghasilkan gas nitrogen dan air seusai proses produksi. Kedua komponen yang bersifat ramah lingkungan ini nantinya dapat diolah kembali untuk menghasilkan gas amonia baru.
“Amat cocok untuk digunakan secara berkelanjutan,” beber profesor yang juga Kepala Laboratorium Pengolahan Mineral dan Material DTMM ITS ini.
Membahas proses produksi bijih nikel lebih dalam, Sungging menerangkan bahwa produksi mineral logam menghasilkan limbah padatan dengan jumlah yang terbilang banyak, tak terkecuali nikel. Maka dari itu, sebuah ide cemerlang untuk memanfaatkan limbah padatan nikel guna menangkap CO2 menjadi inovasi cerdas lain yang Sungging tawarkan lewat penelitiannya.
Lebih lanjut, Sungging membeberkan, limbah padatan nikel mengandung beberapa senyawa nonkarbonat seperti magnesium, kalsium, dan besi. Ketiga senyawa tersebut akan bereaksi dengan CO2 dan membentuk senyawa karbonat berkestabilan tinggi.
“Nantinya, gas karbon dioksida (CO2) tersebut akan tetap terikat dalam mineral untuk waktu yang lama,” terang alumnus program doktoral dari Tohoku University, Jepang ini.
Dengan mengombinasikan proses reduksi langsung dan pemanfaatan limbah padatan nikel, maka pengolahan bijih nikel yang efisien energi dan ramah lingkungan tak lagi menjadi angan semata.
Langkah ini telah Sungging buktikan secara teoritis layak untuk diterapkan dan dikembangkan. Akan tetapi, inovasi ini tidak akan bisa terealisasi secara massal apabila tidak disertai dengan pemanfaatan teknologi pengolahan mineral yang baik.
Lelaki yang kini berusia 55 tahun tersebut menggarisbawahi bahwa langkah-langkah penyuluhan untuk mencapai penguasaan teknologi harus segera dilakukan. Hal ini dilatarbelakangi oleh sumber daya mineral logam yang tidak dapat diperbaharui.
“Pemerintah harus segera bergerak untuk menciptakan kebijakan yang dapat membantu pemahaman masyarakat mengenai teknologi,” tegasnya.
Anggota Senat Akademik ITS ini menekankan bahwa industri dan akademisi memegang peran yang sangat penting dalam membantu penguasaan teknologi.
Ia menyarankan, pemerintah perlu meningkatkan kompetensi akademisi juga keterlibatan mereka dalam proses pengolahan bijih mineral.
“Keterlibatan ini bermuara pada kemampuan praktis akademisi yang dapat diwariskan kepada para penerus bangsa,” tuturnya.
Dengan begitu, berbagai langkah peningkatan teknologi mineral lain seperti pembangunan pusat riset mineral dan penguatan regulasi atas peningkatan sarana dan prasarana fasilitas riset dapat mengikuti.
“Saya berharap inovasi ini dapat memberi kebermanfaatan baik bagi bangsa maupun sumber daya alam yang ada secara berkelanjutan,” pungkasnya.
Editor : Ali Masduki