Seseorang yang mempunyai Ajian Pancasona ini dikatakan hanya bisa wafat apabila tubuhnya dipisah menyeberangi sungai dan digantung agar tidak mnyentuh tanah. Jika jasadnya menyentuh tanah maka bagian-bagian tersebut akan bersatu dan orang yang mempunyai ajian ini bisa hidup kembali.
“Eyang Djojodigdo dikabarkan pernah wafat sehari tiga kali, tapi setiap akan dikuburkan pada saat jasadnya menyentuh tanah maka akan hidup lagi dan langsung bangkit,” ujar Lasiman, usia 70 tahun, juru kunci makam di lokasi makam Jalan Melati No.43 Blitar.
“Beliau wafat karena Ilmu Pancasona yang diambil dari sang guru yang memberikan ilmu tersebut. Guru beliau bernama Kiai Imam Sujono atau Eyang Jugo yang wafat di usia 84 tahun karena sudah tua,” lanjut Lasiman.
Supaya tidak bisa hidup lagi maka ketika Djojodigdo wafat jasadnya digantung yang sebelumnya dimasukkan di dalam peti besi dan dikasih tiang penyangga sebanyak 4 buah yang terbuat dari besi sehingga masyarakat Blitar menyebutnya dengan makam gantung. Makam tersebut terlatak di Jalan Melati Blita, Jawa Timur, sekitar satu kilometer dari Makam Presiden Soekarno.
Editor : Ali Masduki