Meski berbagai ketidakberesan terungkap, tersangka MFH, yang menjabat sebagai Kepala Cabang Bank BUMN Jember saat itu, tetap memberikan lampu hijau untuk pencairan kredit. Hal ini dilakukan meskipun rekomendasi yang seharusnya dikeluarkan oleh Pabrik Gula Semboro justru dibuat dan ditandatangani oleh pengurus KSP MUMS sendiri, bukan pihak yang berwenang.
Bahkan, sebagian besar tanda tangan dalam dokumen RKU dipalsukan. Identitas para debitur fiktif yang digunakan dalam pengajuan kredit juga memanfaatkan KTP orang lain. Setelah kredit cair, dana ditarik dari rekening debitur dan dikendalikan oleh para pengurus KSP MUMS tanpa sepengetahuan debitur.
Para petani yang dipinjam identitasnya untuk pengajuan kredit hanya menerima sejumlah kecil uang tunai, berkisar antara Rp500 ribu hingga Rp1 juta, sementara mereka tidak mendapatkan buku tabungan maupun kartu ATM. Mereka sama sekali tidak mengetahui bahwa namanya digunakan dalam transaksi pencairan kredit bernilai miliaran rupiah.
Modus yang digunakan para tersangka dikenal sebagai kredit topengan dan kredit tempilan. Kredit topengan adalah kredit yang diajukan atas nama orang lain, namun uangnya dikuasai oleh pihak yang bukan debitur. Sedangkan kredit tempilan adalah kredit yang sebagian dana digunakan oleh debitur, dan sebagian lainnya oleh pihak lain yang tidak berhak.
Atas tindakan mereka, ketiga tersangka dijerat dengan pasal 2 ayat 1 juncto pasal 3 dan pasal 18 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi yang telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001, serta pasal 55 ayat 1 KUHP.
Editor : Arif Ardliyanto