Sementara itu, penipuan melalui e-tilang palsu mulai muncul sejak diberlakukan aktivitas tilang elektronik di berbagai wilayah.
Menurut detektif Jubun, tujuan utama kehadiran e-tilang untuk memudahkan pihak kepolisian dan pengguna kendaraan untuk meminimalisir risiko pungutan liar. E-tilang juga memudahkan Anda untuk melakukan pembayaran manual ataupun online. Sayangnya, kondisi ini menjadi celah bagi para penipu.
“Mereka berpura-pura sebagai instansi terkait dengan mengirimkan surat tilang ke korban. Untuk lebih meyakinkan, para penipu juga mencantumkan detail pelanggaran, alamat, hingga nomor telepon kantor polisi. Anda akan diarahkan untuk transfer “denda” fiktif ke rekening pelaku,” pungkasnya.
Demand Tinggi Lowongan Kerja Menjadi Celah Penipuan
Detektif Jubun menerangkan bahwa modus terbaru yakni penipuan passobis mengincar para pencari kerja.
“Alurnya, mereka menawarkan pekerjaan ringan seperti review untuk mendapat fee sekian puluh ribu. Di tahap selanjutnya fee bertambah dan Anda akan masuk ke grup kecil dengan anggota palsu. Jebakannya, anggota lain mentransfer dan Anda juga perlu transfer dana untuk mencairkan fee lebih besar tadi,” ungkapnya.
Menurut Jubun, sulitnya mencari pekerjaan membuat modus penipuan passobis berjalan mulus. Dari kisah yang dibagikan di media sosial, banyak korban yang mengalami kerugian hingga belasan dan puluhan juta.
Rayuan Manis dan Love Bombing dari Modus Penipuan Berkedok Cinta
Detektif Jubun menjelaskan bahwa kasus penipuan individu yang paling banyak ditangani timnya saat ini adalah love scam.
Ini selaras dengan kondisi timeline media sosial. Banyak pengguna yang berbagi cerita di timeline pribadi maupun komunitas yang menjadi korban modus penipuan berkedok cinta.
“Penipuan dengan metode love scam membuat lawannya jatuh cinta kemudian mengeruk uangnya. Ini yang sedang trend sekarang,” ungkap Jubun.
Alurnya, pelaku dan korban berinteraksi melalui aplikasi Tinder hingga Bumble, sebelum akhirnya bertemu di dunia nyata. Love bombing dari para oknum penipu ini membuat calon korban rela mentransfer dana jutaan. Bahkan, ada beberapa kasus identitas korban dipakai untuk pinjaman online.
Penipuan Jual Beli dan E-Commerce
Detektif Jubun mengungkapkan bahwa setidaknya ada 3 jenis penipuan terkait jual beli di marketplace.
“Order fiktif, penipuan segitiga, dan sewa akun,” jelasnya.
Beberapa orang mendapatkan kiriman order fiktif dan rugi karena membayar paket yang tidak mereka pesan. Modus penipuan ini biasanya menggunakan metode COD (cash on delivery).
Sementara itu, penipuan segitiga memanfaatkan celah pada alur penjualan di marketplace. Skemanya, penjual dan pembeli asli sama-sama bertemu, namun penipu menjadi perantara tanpa disadari kedua belah pihak.
“Nantinya, penipu akan mengarahkan salah satu atau kedua pihak ini ke jalur pembayaran yang tidak aman. Hasilnya, pembeli kehilangan uang tetapi tidak dapat barang dan penjual bisa dianggap penipu atau bahkan kehilangan barang tanpa dapat untung,” jelas Jubun.
Editor : Ali Masduki