Misteri "Velocity" Benarkah Simbol Kecepatan Ini Terkait Iblis?

SURABAYA - Istilah "velocity" belakangan ini menjadi perbincangan hangat di media sosial, bahkan dikaitkan dengan simbol iblis. Namun, benarkah demikian? Ketua ICMI Jawa Timur sekaligus akademisi Universitas Dr. Soetomo, Ulul Albab, memberikan penjelasannya.
"Velocity, dalam arti harfiah, berarti kecepatan atau laju," ujar Ulul Albab. "Dalam fisika, ini merujuk pada perubahan posisi suatu objek per satuan waktu. Namun, di dunia digital, velocity lebih menggambarkan kecepatan penyebaran informasi dan perubahan di dunia maya," tambahnya.
Kecepatan penyebaran informasi inilah yang menjadi sorotan. Informasi, baik benar maupun salah, dapat menyebar dengan sangat cepat, memicu berbagai tren dan dampak sosial dalam waktu singkat.
"Inilah yang membuat istilah velocity menjadi relevan dalam konteks media sosial," tambah Ulul Albab.
Namun, yang menjadi perhatian adalah interpretasi simbolisme yang seringkali keliru. Simbol-simbol tertentu, seperti angka 666 atau segitiga terbalik, yang mungkin memiliki makna netral atau bahkan positif dalam konteks aslinya, sering dikaitkan dengan hal-hal negatif, bahkan iblis, karena teori konspirasi yang beredar luas di media sosial.
"Manusia cenderung mencari pola, bahkan ketika pola tersebut tidak ada," jelas Ulul Albab, mengutip teori Goertzel (1994) tentang kecenderungan manusia mencari pola. Hal ini memperparah penyebaran teori konspirasi, terutama di media sosial yang mempercepat penyebaran informasi.
Ulul Albab menekankan pentingnya literasi digital dan pendidikan media. "Kemampuan untuk memverifikasi informasi dan menyaring narasi konspiratif sangat penting," tegasnya. "Masyarakat perlu dilatih berpikir kritis agar tidak mudah terjebak misinterpretasi dan ketakutan yang tidak berdasar," tuturnya.
Ia menambahkan, kecepatan tren dan simbol yang salah tafsir ini berpotensi menimbulkan ketakutan dan kebingungan yang tidak perlu, bahkan memicu polarisasi sosial.
Kesimpulannya, kaitan velocity dengan simbol iblis hanyalah interpretasi yang keliru, hasil dari penyebaran teori konspirasi dan kurangnya literasi digital. Penting bagi masyarakat untuk bijak dalam mengonsumsi informasi di media sosial dan mengembangkan kemampuan berpikir kritis.
Editor : Ali Masduki