Gatot Iskandar menceritakan, setelah dari markas komando di Sawah Besar, para pemuda itu tidak mendapat fasilitas memadai selama menjadi kurir kemerdekaan. Maklum baru dua bulan merdeka, bahkan untuk ongkos pun disuruh mencari sendiri. Padahal, perjalanan yang dilakukan membutuhkan uang untuk makan hingga transportasi.
“Wah, ciloko. Mau pergi tidak disangoni, tapi malah disuruh cari duit!” cetus Gatot bersungut-sungut.
Sebelum berangkat, mereka dibagi menjadi beberapa kelompok yang disebar ke Sumatera. Daerah Lampung jatah Umar dan Cik Somad. Bengkulu diserahkan kepada Syamsudin serta Supardi. Kakak beradik Azwar dan Rivai disertai Anwar mendapatkan tugas ke wilayah Sumatera Barat. Tapanuli ditugaskan kepada Gatot dan Hamid. Sedangkan Suroso dan Bonggar mendapat tugas mendatangi wilayah Sumatera Utara.
Rombongan kurir kemerdekaan itu awalnya diberangkatkan menggunakan kapal dari Pasar Ikan. Namun kapal keburu rusak di dekat Tangerang. Akhirnya dengan menumpang kapal nelayan, pemuda belasan tahun itu dipindahkan ke markas militer di daerah Serang. Dan diseberangkan menggunakan kapal Badan Keamanan Rakyat dari Anyer.
Kapal mendarat di Tanjungkarang, kemudian rombongan mulai berpisah. Gatot Iskandar menuturkan, mereka juga diberikan surat tugas baru yang menjelaskan, pembawa surat ini adalah anggota organisasi pemuda dari Jawa yang bertugas menyebarkan berita tentang proklamasi kemerdekaan. Surat itu tetap harus disembunyikan jika menemui patroli tentara Jepang.
Editor : Arif Ardliyanto