Kepailitan di Era Bisnis Modern: Saat Risiko Tak Lagi Sekadar Teori
Salah satu hal yang sering terabaikan adalah peluang perdamaian sebelum likuidasi.
Debitur sebenarnya dapat mengajukan rencana restrukturisasi utang kepada para kreditur melalui mekanisme perdamaian. Tujuannya agar bisnis bisa bertahan tanpa harus melewati fase jual aset besar-besaran.
Sayangnya, dalam praktik, langkah ini sering terlambat. Ego, ketidaksiapan, dan komunikasi yang buruk antara pihak debitur dan kreditur membuat peluang penyelamatan perusahaan kandas begitu saja.
Padahal jika rencana perdamaian disetujui, proses likuidasi bisa dihindari. Sebaliknya, bila ditolak, perusahaan akan berakhir di meja lelang Balai Lelang Negara menjadi kisah klasik kehancuran sebuah bisnis yang mungkin bisa diselamatkan.
Kepailitan bukan hanya tentang kegagalan keuangan, tapi juga tentang lemahnya manajemen risiko dan kurangnya pemahaman terhadap hukum bisnis. Banyak pelaku usaha yang terlalu fokus pada ekspansi, tanpa membangun sistem proteksi hukum dan keuangan yang memadai.
Era bisnis saat ini menuntut pemimpin perusahaan untuk melek hukum dan sadar risiko. Memahami Undang-Undang Kepailitan bukan hanya tugas pengacara atau akuntan, tapi kebutuhan dasar bagi siapa pun yang ingin bisnisnya berumur panjang.
Kepailitan adalah peringatan keras bahwa stabilitas bisnis bisa runtuh dalam sekejap.
Namun dengan pemahaman yang baik, komunikasi yang jujur dengan kreditur, serta strategi hukum yang matang, kepailitan bukan akhir dari segalanya. Ia bisa menjadi awal dari transformasi dan tata kelola baru yang lebih sehat. Karena pada akhirnya, yang membuat bisnis bertahan bukan hanya modal, tapi kebijaksanaan dalam mengelola risiko.
Penulis:
Oktavianto Prasongko, SH, M.Kn., Advokat, Kurator, dan Pengurus – Kantor Hukum Oktavianto & Associates
Editor : Arif Ardliyanto