Bulan Ramadan, Tradisi Megengan Jadi Ajang Pererat Persaudaraan Ditengah Masyarakat

Arif Ardliyanto
Tradisi Megengan Jadi Ajang Pererat Persaudaraan Ditengah Masyarakat. Foto iNewsSurabaya/ist

Tidak hanya dilaksanakan oleh umat Muslim, tradisi megengan juga diikuti oleh masyarakat non-Muslim. PCNU Kota Surabaya bahkan menyelenggarakan doa bersama dengan mengundang kyai-kyai dari berbagai tempat, bersama anak yatim, sebagai bagian dari semangat kebersamaan dalam menyambut bulan Ramadan.

Dengan begitu, megengan tidak hanya menjadi tradisi, tetapi juga momentum untuk mempererat hubungan antarwarga dan meningkatkan kebersamaan dalam kebaikan sosial.

Dalam tataran fiqih, megengan dipakai sebagai tanda kesiapan mental menyambut Ramadan. Yakni sikap positif berupa suka sedekah. 
“Karena itu menjelang bulan puasa, dibuat hidangan untuk tetangga. Ater-ater hidangan berupa kue tradisional dan buah (kadang dengan nasi dan lauk-pauk sebagaimana kendurian), diantar ke tetangga terdekat,” jelas kyai Zul Hilmy, yang juga Imam utama masjid Agung Sunan Ampel Surabaya.

Pada zaman teknologi komunikasi saat ini, megengan juga disertai pesan pada akun WhatsApp, facebook, dan twitter. Juga berbagai posting di media sosial lain, termasuk youtube, dan TikTok.  Isi pesan umumnya permohonan maaf kepada kerabat dan sahabat. Serta meng-ingatkan berbuat baik (ke-salehan sosial), saling tolong menolong. Maka gema Ramadan diagungkan bersama seluruh rakyat. 

Termasuk di-ikuti masyarakat non-muslim. 
Melaksanakan tradisi megengan, PCNU Kota Surabaya, menyelenggarakan doa bersama. “Kita undang kyai-kyai dari seluruh Ranting (Kelurahan) se-Surabaya, bersama anak yatim,” kata Sekretaris PCNU Kota Surabaya, Ir. H. Masduki Toha. 

Acara ini diselenggarakan di kantor PCNU Kota Surabaya, juga dihadiri Kapolrestabes Surabaya, serta Kapolres KP3 Tanjuk Perak. Tujuan doa bersama, kata Masduki, sesuai visi megengan, yaitu kirim doa untuk arwah, terutama ulama-ulama Surabaya yang telah wafat. 

“Harus kita akui, baru saja kita terguncang perbedaan politik. Nah saat ini kita persatukan kembali seluruh potensi Surabaya. Kembali guyub,” tambah Masduki. 

Termasuk perbedaan dalam penetapan awal Ramadhan. Dalam hal ini NU melaksanakan puasa Ramadhan, dimulai pada hari Selasa, 12 Maret 2024. Suasana (Ramadhan) bulan yang sangat baik, tidak perlu risau dengan perbedaan awal Ramadhan. 

“Boleh memulai puasa pada hari Senin (11 Maret) seperti kalangan Muhammadiyah. Juga boleh memulai puasa pada Selasa (12 Maret) seperti dilakukan umat Nahdliyin (NU). Sama-sama baiknya. Masing-masing memiliki pedoman kuat,” jelas Masduki. 

Bahkan dicontohkan, di kalangan NU juga terdapat perbedaan awal puasa. Misalnya pengikut tarekat mu’tabaroh NU (jumlahnya mencapai jutaan orang) malah telah memulai puasa pada hari Ahad (10 Maret), dan pasti akan ber-hari Idul Fitri lebih awal. 

Konsep ukhuwah Islamiyah, wajib menjadi pegangan dalam perbedaan. Sangat ironis (dan menyimpangi agama), manakala visi ibadah dijadikan “pedang terhunus” untuk mem-provokasi sesama umat. Bahkan seluruh perawi hadits shahih, meriwayatkan sabda Nabi Muhammad SAW, bahwa “perbedaan diantara umatku adalah rahmat.”  

Ramadan, inilah waktu yang ditunggu-tunggu. Diawal bulan berisi berkah, ditengahnya berisi pembersihan kesalahan, dan diakhirnya bermakna pembebasan.

Editor : Arif Ardliyanto

Sebelumnya

Bagikan Artikel Ini
Konten di bawah ini disajikan oleh Advertiser. Jurnalis iNews Network tidak terlibat dalam materi konten ini.
News Update
Kanal
Network
Kami membuka kesempatan bagi Anda yang ingin menjadi pebisnis media melalui program iNews.id Network. Klik Lebih Lanjut
MNC Portal
Live TV
MNC Network