SURABAYA, iNewsSurabaya.id - Direktur Jenderal HAM, Dhahana Putra, mengangkat isu perselingkuhan yang semakin marak dibahas di media sosial. Menurutnya, Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) baru memberikan aturan yang lebih tegas mengenai kohabitasi dan perzinaan.
“Pasangan yang belum menikah harus menyadari bahwa kohabitasi kini memiliki konsekuensi hukum dalam KUHP baru ini,” terang Dhahana.
Dhahana menjelaskan bahwa kohabitasi dalam KUHP baru didefinisikan sebagai hidup bersama sebagai suami istri di luar pernikahan. Ini mencakup pasangan yang tinggal bersama dan berperilaku seperti suami istri tanpa adanya ikatan pernikahan yang sah menurut hukum. Sementara itu, perzinaan masih dipandang sebagai tindak pidana seperti dalam KUHP lama.
Merujuk pada Pasal 411 KUHP baru, setiap orang yang melakukan persetubuhan dengan orang yang bukan suami atau istrinya akan dikenai pidana perzinaan. “Pasal ini menegaskan komitmen pemerintah untuk menegakkan norma kesusilaan dalam masyarakat,” jelas Dhahana.
Namun, Dhahana menekankan bahwa baik kohabitasi maupun perzinaan adalah delik aduan terbatas. Artinya, tindakan ini hanya bisa diproses secara hukum jika ada pengaduan dari pihak yang dirugikan.
“Pengaduan harus berasal dari suami, istri, orang tua, atau anak dari pihak yang terlibat dalam perbuatan tersebut. Tanpa pengaduan resmi, tindakan tidak dapat diproses oleh aparat penegak hukum,” tambah Dhahana.
Lebih lanjut, Dhahana mengungkapkan bahwa sejak awal pembahasan KUHP baru, topik kohabitasi dan perzinaan telah memicu polemik di ruang publik.
“Ada pihak yang menuntut agar tindakan semacam itu dihukum karena tidak sesuai dengan nilai-nilai sosial dan keagamaan. Di sisi lain, ada yang menolak negara mengatur hal tersebut karena dianggap mencampuri urusan privat. KUHP berupaya mencari keseimbangan,” ungkapnya.
Editor : Arif Ardliyanto
Artikel Terkait