Ketua Forum Komunikasi Pernikahan Beda Agama, Dian Jeanne, menjelaskan bahwa akhir-akhir ini penolakan negara atas pernikahan beda agama semakin gencar, tidak sedikit aturan-aturan terkait pernikahan beda agama mulai tidak longgar.
"Aturan pernikahan beda agama diperketat. Sehingga saya berharap, kita bisa menemukan celah dan ruang, agar nilai-nilai kemanusiaan dan HAM warga negara bisa terfasilitasi dengan baik," tuturnya.
Di forum yang sama, Dosen Filsafat UIN Sayyid Ali Rahmatullah (SATU) Tulungagung, Akhol Firdaus, membaca kegelisahan serupa yang dirasakan masyarakat mengenai isu-isu pernikahan beda agama. Katanya, itu adalah isu abadi.
"Pernikahan beda agama menjadi bagian dari perspektif HAM yang belum diselesaikan negara, bangsa harus memperjuangkan hak-hak konstitusional agar mendapat jalan terang pernikahan beda agama dapat diakomodir," tegasnya.
Akhol melihat regulasi pernikahan beda agama tidak bisa dilepaskan dari pasal karet yang ada di UU No 1 tahun 1974 yang menyebutkan bahwa pernikahan dianggap sah apabila dilakukan menurut hukum masing-masing agama.
"Itu pasal karet, seperti dua keping mata pisau. Di saat yang bersamaan ada mayoritas kelompok Islam, memakai pasal ini sebagai instrumen menegaskan sikap kalau nikah beda agama dilarang," katanya.
Editor : Ali Masduki